Dari segi budaya, budaya digital dan non digital tidak jauh berbeda. Cara kita membawakan diri di kedua dunia ini harus sebaik-baiknya. Begitupun dengan cara kita berinteraksi.
“Dilihat dari perspektif budaya, wujud dari segala aktivitas kita di ruang digital akan menghasilkan produk-produk budaya digital, seperti konten dan kolaborasi, serta nilai-nilai positif,” tutur Santi Indra Astuti anggota Japelidi dalam webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 wilayah Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, Kamis (9/9/2021).
Ruang publik, interaktif, dan viral merupakan beberapa potensi yang juga memiliki risiko di media digital. Ketika kita masuk ke media digital, sama dengan masuk ke ruang publik. Maka dari itu tetap bijak dan mengetahui batasan dalam berekspresi.
Masuk ke ruang digital kita berhadapan dengan fungsi media digital yang bersifat interaktif. Ia mengatakan sifat interaktif dari media digital ini berisiko menimbulkan kebocoran data. Sementara itu, keviralan di media digital mudah tersebar secara cepat dan masif. Risikonya, sesuatu yang viral ini sulit kita kendalikan.
“Komunikasi di ruang digital itu merupakan komunikasi yang pada dasarnya bersifat irreversible atau tidak bisa ditarik kembali. Ini bisa meninggalkan jejak digital yang sulit dihapus,” jelasnya.
Sebagai netizen Indonesia, kita harus mengaplikasikan nilai-nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika. Di antaranya, cinta kasih, solidaritas dan tolong menolong, toleransi, mengutamakan Indonesia, kebebasan berekspresi, kompak, dan kolaborasi.
Ia mengatakan, menjadi bagian dari budaya berlandaskan nilai Pancasila tersebut, kita memiliki hak dan kewajiban sebagai warga negara digital. Hak digital ini adalah hak asasi setiap manusia untuk mengakses, menggunakan, membuat, dan menyebarluaskan media digital. Hak digital ini terdiri atas akses digital, kebebasan berekspresi, perlindungan privasi, dan kekayaan intelektual.
Di antara hak-hak digital tersebut, kita memiliki kewajiban, yakni tanggung jawab. Warga digital harus bertanggung jawab untuk menjaga hak-hak dan reputasi orang lain, menjaga keamanan nasional, ketertiban masyarakat, atau kesehatan atau moral publik.
Menjadi sensitif di ruang digital merupakan kunci. Oleh karena itu, santi mengatakan kita perlu membangun kepekaan. Dengan membangun kepekaan, kita bisa menghormati hak orang lain dan hak diri sendiri di ruang digital. Jangan sampai pendapat yang kita utarakan di ruang digital menyinggung orang lain.
Webinar juga menghadirkan pembicara Laura Ajawsila (Psikolog Klinis Dewasa), Nanang Abdurahman (Founder Indonesia Training Consultant), Muhammad Miftahun Nadzir (Dosen Entrepreneurship