Saat ini banyak yang menyalahgunakan kebebasan berekspresi dalam ruang digital. Akibat dari kebebasan berekspresi yang salah ini menyebabkan Indonesia dinyatakan sebagai netizen paling tidak sopan se-Asia Tenggara.
Menurut pakar, kebebasan berekspresi adalah cara untuk pencarian kebenaran, yaitu kebebasan berekspresi yang ditempatkan sebagai kebebasan mencari, menyebarluaskan, menerima informasi, dan memperbicangkannya.
“Kebebasan berekspresi yang berbeda di setiap negara itu berbeda-beda. Dari negara satu dengan negara lainnya berbeda dalam menginterpretasikan kebebasan berekspresinya seperti apa,” tutur Diana Nafiah, COO Halo Bayi, dalam webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 di Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, Kamis (23/9/2021).
Ia mencontohkan, di negara Prancis menjadi negara yang paling membebaskan warganya dalam berekspresi. Hal ini karena Prancis menganut paham liberte matricielle yakni fundamental yang sebebas-bebasnya hingga urusan beragama. Di Prancis, batasannya ialah rasisme, antisemitisme, dan terorsime. Ketiga hal tersebut yang tidak boleh dilakukan di Prancis.
Sementara itu, di Indonesia kebebasan berekspresi dilindungi undang-undang pada pasal 28 dan 28 E ayat 3, bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Diana menyampaikan berekspresi di Indonesia itu dibebaskan, tetapi harus tahu batasan agar tidak melanggar norma. Terlebih di dunia digital yang semuanya serba bebas dan penuh akun-akun anonimus.
“Apapun kebebasan berekspresi itu harusnya ada pakem-pakem yang tidak hanya undang-undang, tetapi juga pendekatan budaya. Karena Indonesia menerapkan budaya timur dan menjunjung tinggi budaya itu,” jelasnya.
Sebelum berekspresi, kita harus memikirkan kesopanan, apakah pendapat kita menyinggung orang lain, dan lainnya. Hal ini perlu direfleksikan ke diri sendiri terlebih dahulu sebelum dikeluarkan ke media sosial yang menjadi ranah publik. Jadi, apapun yang ingin kita utarakan harus diperltimbangkan terlebih dahulu. Kemudian, saling mengasihi, mengajari, dan menjaga satu sama lain.
Di dunia digital, kita perlu beradaptasi sesuai etika karena tulisan atau apapun yang diunggah di ruang digital adalah perwakilan kita. Caranya dengan mengontrol emosi, dan membentuk citra positif dengan komentar dan saran yang positif juga, serta senantiasa menghargai privasi milik orang lain.
Webinar juga menghadirkan pembicara Lim Sau Liang (Owner Madame Lim), Panji Oetomo (Penggiat Literasi Digital), Ricco Antonius (Founder of Patria Official Store), dan Wafika Andira sebagai Key Opinion Leader.