Cyber bullying atau perundungan di dunia maya ini sering sekali terjadi. Bukan hanya para publik figur yang terkena perundungan ini oleh para hatersnya. Tetapi kenyataannya masyarakat biasa pun bisa terkena cyber bullying apabila saat di dunia digital dia salah mengunggah sesuatu atau memposting hal di luar dari kebiasaan penggunaan digital lainnya.
Aditianata, dosen universitas Esa Unggul bercerita, zaman dulu memang pembullyan sudah beberapa terjadi tapi dilakukan oleh sosok yang pemberani atau menjadi jagoan atau senior di sekolahnl maupun kantor. Perbuatan itu dilakukan berhadapan langsung biasanya terkait fisik seseorang atau mereka yang dianggap lemah.
“Tapi kalau sekarang siapapun bisa melakukan perundungan tersebut di balik akun media sosialnya bahkan tidak menyebutkan identitas atau akun anonim. Kini siapapun bisa melakukan, entah dia berani di dunia nyata maupun yang pemalu sekalipun,” jelasnya dalam webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 di wilayah Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, Jumat (01/10/2021).
Parahnya lagi, siapapun juga bisa menjadi korbannya baik itu orang tua, orang terhormat sampai presiden menjadi korban cyberbullying. Adit mengatakan, hal ini berbahaya harus duadari oleh masyarakat digital. Perundungan itu sudah seperti budaya kebiasaan masyarakat Indonesia, baik itu hanya bercanda sekalipun. Padahal itu sangat tidak etis untuk disampaikan di ruang publik seperti ruang digital.
“Padahal ini jelas perbuatan buruk di kehidupan sosial. Seakan-akan kita tidak diajarkan mengenai adab untuk berinteraksi dengan orang lain. Bentuk-bentuk cyber bullying ini sebenarnya banyak dan kadang disadari atau tidak sering dilakukan oleh para pengguna digital,” lanjutnya.
Ada flaming atau pertengkaran, perang kata-kata dengan menggunakan bahasa yang mengandung amarah, vulgar, mengancam dan merendahkan. Pelecehan dilakukan dengan cara menggunakan kata-kata kasar, menyerang dan melecehkan seseorang secara berulang. Biasanya pelecehan ini sudah menyangkut dengan seksual dan sangat mengganggu karena dilakukan secara berulang.
Denigration atau fitnah dilakukan dengan cara menuliskan posting-an atau komentar hinaan yang bohong gosip kejam dan rumor tentang seseorang untuk merusak reputasi. Impersonating atau akun palsu adalah meretas akun media sosial seseorang melakukan posting-an sebagai orang tertentu atau membuat akun palsu dengan tujuan untuk membuat seseorang melihat buruk sehingga merusak reputasi.
Trickery atau tipu daya ialah memperdaya seseorang untuk melakukan sesuatu yang memalukan membuka informasi memalukan tentang dirinya sendiri berupa teks foto atau video untuk disebarkan secara luas di internet.
“Trickery ini biasanya dilakukan oleh orang yang memang punya niat balas dendam atau sakit hati misalnya pasangan yang sudah berpisah dengan cara tidak baik-baik,” ujar Adit.
Cyberstalking atau penguntitan dilakukan dengan mengirimkan pesan berkali-kali yang berisi ancaman, intimidasi dan secara terus-menerus. Mengikuti aktivitas daring seseorang dengan tujuan membuat orang itu tidak nyaman dan merasa khawatir atas keselamatannya. Ini bisa jadi parah kalau sudah sangat mengganggu, lebih baik di-block saja akun tersebut. Kemudian proteksi akun kita agar tidak dapat dilihat oleh orang yang tidak kita follow tidak berteman.
Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (KemenKominfo) bersama Siberkreasi. Webinar wilayah Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, Jumat (01/10/2021) juga menghadirkan pembicara, Billy Kwanda (Wakil Ketua Gerakan Ekonomi Kreatif Nasional Jawa Timur), Muh. Nurfajar Muharom (Relawan TIK Indonesia), Ria Aryanie (Pakar Humas dan Komunikasi), dan dr. Wafika Andira sebagai Key Opinion Leader.