Indonesia dengan keberagaman yang layaknya pelangi yang tidak mungkin indah jika hanya satu warna. Begitu juga Indonesia jika hanya ada satu suku, hanya ada satu agama, dan hanya satu bahasa bukan Indonesia karena kita memiliki Bhinneka Tunggal Ika.
Hal tersebut disampaikan oleh sejarahwan Asep Kambali di webinar Gerakan Nasional Literasi Digital di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, Selasa (12/10/2021).
Jika kita ingin Indonesia tetap ada di masa depan, kita harus bersatu, bangkit dan berkolaborasi. Berjuang bersama merawat sumpah persatuan di atas segala perbedaan itu. Asep menegaskan, salah satu hal yang membuat kita dapat menghargai segala perbedaan di negara ini adalah dengan cara mengenal sejarah Indonesia. Bagaimana seseorang yang melihat konsepsi sejarah itu di masa lalu masa kini dan masa depan.
“Karena kita ada di masa ini berkat masa lalu dan adanya masa depan ditentukan oleh masa kini. Bagaimana perjuangan masa lalu mempengaruhi kita dalam menjalani hidup hari ini. Upaya-upaya apa yang kita perjuangkan untuk menjalani hari ini. Serta rencana rencana dan strategi untuk mencapai masa depan nanti,” jelasnya.
Sejarah tidak ada gunanya jika kita tidak mampu mengambil pelajaran darinya. Kita harus bisa mempelajari sejarah itu mengambil hikmah dan makna dari sejarah. Namun sebagai generasi muda lebih baik lagi untuk menciptakan sejarah.
Sejarah erat kaitannya dengan budaya, bagaimana budaya yang ada saat ini itu karena sejarah yang membangunnya. Di setiap kebiasaan masyarakat Indonesia harus kita pahami bagaimana awal mulanya dan itu adalah sebuah bentuk dari sejarah.
“Budaya Indonesia ini jangan sampai terhapus hanya karena globalisasi dan transformasi digital. Masyarakat Indonesia harus memiliki pemahaman dan keseimbangan hidup di dunia di dunia dunia dunia nyata dan dunia maya. Antara modernisasi dan tradisi, globalitas dan lokalitas, masa lalu dan masa kini juga konvensional dan digital,” tuturnya.
Tidak ada yang salah pada keduanya kita sebagai manusia harus bisa beradaptasi dengan keduanya bagaimana kita hidup dengan dua-duanya saling beriringan. Ketika masuk di ruang digital masyarakat juga harus memahami dan memiliki kemampuan digital mindset, digital service, digital attitude, digital skill, digital ethic, dan digital culture juga digital leadership.
Transformasi digital tidak sesederhana mengganti teknologi dan membangun infrastruktur tapi mengubah manusia dan kebudayaannya. Sebagian besar kegagalan transformasi digital bukan karena tidak ada teknologi atau infrastrukturnya tapi kebanyakan pada soal mindset jadi kita sendiri.
Webinar juga menghadirkan pembicara, Idul Futra (Owner Madame Lim), Aidil Wicaksono (Program Director Kainzen Room), Giri Sugiran (RTIK Kota Sukabumi), dan dr. Wafika Andhira sebagai Key Opinion Leader.