Dampak yang berasal dari penggunaan digital apa teknologi informasi juga bisa disebut sebagai budaya digital. Pentingnya untuk meningkatkan budaya digital tentu saja untuk mempermudah dan mempercepat pekerjaan, memperluas jangkauan, menciptakan inovasi dan kreativitas, fleksibilitas, memperluas jaringan dan memperluas bisnis.
Didin Dimyati, dosen Telkom University menjelaskan seperti apa perbedaan budaya klasik dengan budaya digital ialah dalam soal kontrol dan kebebasan. Dalam segala hal termasuk dalam mengeluarkan pendapat ataupun dalam hal memproduksi konten.
Misalnya dulu, penyiar radio tidak dapat bebas untuk siaran seperti yang mungkin dia inginkan tapi kalau sekarang semua orang bisa melakukan siaran dengan gaya mereka dengan kehadiran podcast. Setiap orang kini juga memiliki channel medianya sendiri, melalui podcast maupun siaran visual seperti di YouTube.
“Bahkan, kini setiap orang dapat menjadi seorang jurnalis. Siapapun kini dapat menulis di media massa dengan memanfaatkan kolom opini atau memproduksi berita sendiri jika memiliki blog,” ungkap Didin saat menjadi pembicara di webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Rabu (13/10/2021).
Dulu ada hirarki di budaya klasik namun kini semua berjejaring atau dapat berteman dengan siapa. Terkadang dengan atasan di kantor, kita berteman di media sosial saling berbagi komentar santai. Sesuatu yang dulu kemungkinan bisa jarang terjadi.
Sekarang semua serba tidak terencan berbeda dengan dulu. Saat kita sedang berselancar ingin mencari tahu mengenai sesuatu. Lalu di internet nyatanya ada hal menarik perhatian lain. Bisa jadi, kita malah membuka yang lain bukan apa yang kita cari di awal. Itu terjadi akibat ada perkembangan digital, kalau dulu tidak banyak gangguan, fokus apa yang kita cari.
Perbedaan lain yang paling menonjol ialah soal privasi dan exposure. Hal yang menjadi justru kini menjadi publik, kalau dulu kita patah hati menjadi sesuatu yang harus disimpan. Berbeda dengan sekarang, kita dapat mengekspresikan kesedihan kita melalui apapun di media sosial.
“Misalnya kita mengunggah foto bentuk hati yang retak, atau langsung mengatakan jika kita sudah putus dengan kekasih. Atau apapun caranya yang jelas, masalah yang sebetulnya menjadi privasi namun kini diumumkan seperti sebuah kebanggan,” ujarnya.
Terkadang kita juga melihat banyak hal kecil yang kini disampaikan di media sosial. Sesuatu yang tidak penting mungkin terkadang menjadi hal lelucon untuk dibagikan seperti ada saja mereka yang mules di ruang rapat lalu tidak sengaja buang angin. Hal yang sebenarnya memalukan justru bisa jadi lucu jika sudah disampaikan ke media sosial. Walaupun sebenarnya kita tetap harus terus menjaga hal memalukan apa yang masih dalam tahap batas kita sampaikan di media sosial. Jangan sampai sangat memalukan diri kita atau keluarga kita hanya demi sebuah konten di media digital.
Webinar menghadirkan pembicara, Indira Wibowo (Public Speaker), Gunawan Lamri (Pebisnis), Diana Balienda (Digital Trainer), dan Almira Vania sebagai Key Opinion Leader.