Indonesia baru memiliki satu undang-undang untuk mengatur perilaku di ruang digital yakni undang-undang transaksi elektronik. Kasus pencemaran nama baik yang paling banyak dilaporkan. Pencemaran nama baik ini terkait juga dengan masalah budaya baik untuk perorangan atau kelompok, suku bangsa. di ranah budaya ini yang paling berbeda-beda sehingga pencemaran nama baik sering terjadi.
Hal itu disampaikan Ujang Suranto, rektor Universitas Wiralodra Indramayu saat menjadi pembicara dalam webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 di wilayah Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, Rabu (13/10/2021).
Adanya perbedaan seperti bahasa yang diucapkan oleh orang Jawa mungkin saja kata-kata yang kasar menurut arti dari suku bangsa lain. Kemudian kasus lainnya yang sering terjadi dan dilaporkan yaitu ujaran kebencian. Hal ini tentu tidak kita harapkan karena bangsa kita sebenarnya adalah bangsa yang sangat plural sangat banyak suku bangsa bisa dibayangkan jika semua tidak bisa menahan diri.
“Saya menitikberatkan pada pencemaran nama baik karena aspek yang begitu luas. Karena ini menyangkut dengan budaya, adat istiadat agama. Jangan sampai perbuatan kita di ruang digital itu menistakan sebuah agama. Kita harus hati-hati sekali dalam membuat konten,” ungkapnya.
Begitu juga dengan adat istiadat dan juga kebiasaan. Ujang bercerita, tahun yang lalu ada yang dituntut oleh sebuah suku. Akibat yang ditimbulkan dikhawatirkan ialah perpecahan antara suku bangsa sungguh ini sangat meresahkan. Apabila pencemaran nama baik ini semakin banyak indikasinya yakni terbukti apa yang disampaikan oleh Presiden Jokowi konten negatif semakin meluas. Maka dari itu, kita sebagai pengguna digital harus menekan ujaran kebencian di tengah semakin meluasnya media sosial yang diisi beragam jenis lapisan masyarakat dan juga usia.
“Jangan sampai generasi masa kini malah mewariskan hal-hal negatif di ruang digital,” tuturnya. Tentu, kita tidak menginginkan pencemaran nama baik ataupun ujaran kebencian menjadi sesuatu yang wajar sehingga mudah dilakukan oleh para generasi penerus.
Webinar juga menghadirkan pembicara, Nanang Abdurahman (Founder Indonesia Training Consulting), Stelita Marsha (Tenaga Ahli Kemendikbud/, Dwi Septian Hermawan (Ketua BEM Universitas Wiraloda), dan Kila Shafia sebagai Key Opinion Leader.