Hoaks merupakan musuh besar bersama para masyarakat digital. Jangan sampai mereka masuk ke dalam pihak-pihak yang turut ikut menyebarkan hoaks. Maka dari itu diperlukan cara berpikir kritis untuk dapat menilai apakah informasi yang kita dapatkan itu benar atau tidak. Sekalipun orang yang membagikan informasi itu kepada kita merupakan orang yang terpercaya. Mereka pun sebenarnya tidak tahu apakah informasi yang dia bagikan itu sesuai fakta atau tidak.
Risye Silvana, Kasie Pelayanan cabang Dinas Pendidikan wilayah IV Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat mengatakan, kita harus pintar dalam mendeteksi hoaks. Caranya dengan melihat pemilihan kata janggal yang terdapat pada judul juga isi dari informasi yang kita dapatkan.
“Sebab kata-kata mereka cenderung provokatif dapat membuat kita merasakan emosi secara instan. Di beberapa informasi juga terdapat ajakan untuk disebarkan lebih baik kita hapus saja pesan yang seperti ini karena itu sudah dipastikan hoaks,” ungkapnya saat menjadi pembicara dalam webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 di wilayah Kabupaten Karawang, Jawa Barat, Rabu (13/10/2021).
Mendeteksi hoaks lainnya cek bagaimana Informasi itu mengutip lembaga atau orang terkena dengan susunan kalimat yang kadang tidak terstruktur. Gelar nama orang seperti terpercaya, namun tetap kita harus mencari tahu apakah gelar itu cocok untuk informasi yang disampaikan atau apakah orang tersebut memang kompeten untuk membicarakan mengenai topik di informasi itu.
Cara lainnya, tentu dengan kita juga harus mencari tahu dengan cari kata kunci terkait info yang ada pada pesan tersebut. Kemudian kita dapay mengecek di Google dengan menuliskan kata kunci tersebut atau buka turn backhoaks.id atau cekfakta.com.
“Dengan kita mendeteksi hoaks ini berarti kita selalu kritis atas informasi yang diterima. Kita menjadi masyarakat digital yang mampu mengendalikan diri untuk tidak berbagi informasi yang belum jelas kebenarannya,” tutupnya.
Webinar juga menghadirkan pembicara, Oman Komarudin (Ketua RTIK Karawang), Theo Derrick (Founder Coffee Meets Stock), Fauzi Miftah (dosen Universitas Singaperbangsa Karawang), dan Martin Kax sebagai Key Opinion Leader.