Bahasa merupakan hal yang sangat penting dalam budaya digital. Misalnya, di Indonesia kita selalu mengucapkan terima kasih itu menjadi bagian dari budaya. Jika kita sudah meminta tolong kepada teman kita pasti mengucapkan terima kasih. Terima kasih merupakan dua kata sederhana yang bermakna besar yang sudah menjadi budaya kita. sehingga ketika kita lupa mengucapkan terimakasih perlu dipertanyakan budaya ke Indonesia-nya.
Hendra Setiawan, dosen Universitas Singaperbangsa Karawang mengatakan, terkait penggunaan bahasa dalam dunia digital kerap bahasa ini sering disalahgunakan. Namun bisa jadi orang juga tidak paham dengan bahasa yang digunakan itu sebenarnya tidak baik.
“Seperti ada broadcast pesan tidak tahu apa itu isinya, tapi dia sudah menyebarkan. Sehingga muncullah ujaran kebencian bisa juga perundungan dan berita hoax,” ungkapnya saat menjadi pembicara dalam webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 di wilayah Kabupaten Karawang, Jawa Barat, Senin (18/10/2021).
Maka itulah pentingnya untuk menjaga bahasa di dunia digital. Saat ini kita memiliki UU ITE, di situ ada berbagai macam ancaman hukuman. Jadi inilah sebagai warning kita di dalam dunia maya. Karena ketika kita salah berucap atau malah melakukan ujaran kebencian kita dapat dikenakan hukuman di UU ITE.
Ada beberapa poin penting dalam penanganan kasus UU ITE, ikuti perkembangan pemanfaatan ruang digital berikut berbagai persoalannya. Kemudian pahami budaya beretika di ruang digital. Inventarisasi masalah dan dampak di masyarakat. Kedepankan upaya preventif dan police virtual.
“Saat terima laporan bisa secara tegas membedakan antara kritik, masukkan hoax dan pencemaran nama baik yang dapat dipidana. Berkomunikasilah dengan para pihak bersengketa terutama korban untuk mediasi,” jelasnya.
Kajian dan gelar perkara secara komprehensif dengan libatkan bareskrim, ambil keputusan secara kolektif kolegial sesuai fakta dan data. Semua pihak dapat memiliki prinsip hukum pidana sebagai upaya terakhir penegakan hukum dan kedepankan restorative justice atau keadilan restoratif. Untuk para pihak yang akan berdamai keadilan itu jadi prioritas kecuali perkara berpotensi memecah belah, SARA, radikalisme dan separatisme.
Webinar juga menghadirkan pembicara, Pipit Andriani (Public Speaking Coach), dr. Frendy Winardi (Founder Royals Rejuvia), Herman Pasha (Trainer Senior), dan Carissa Muhamartha sebagai Key Opinion Leader.