Dalam keseharian, kita sudah akrab dengan perangkat keras, perangkat lunak, dan mesin pencari. Dengan demikian kita telah sedikit memiliki dan memahami bagaimana kemampuan digital. Digital Skills adalah kemampuan individu dalam mengetahui, memahami, dan menggunakan perangkat keras dan piranti lunak serta sistem operasi digital.
“Hati-hati ketika kita mencari informasi di dunia maya karena saat ini ada ancaman infodemi di tengah pandemi,” jelas Astri Dwi Andriani, Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi Univ. Putra Indonesia dalam webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Kamis (21/10/2021).
Infodemi adalah tumpah ruahnya beragam informasi yang kebanyakan tidak benar atau tidak dapat diverifikasi. WHO menyatakan, bahaya infodemi sama dengan pandemi. Hal ini karena berdampak pada kesehatan fisik dan mental serta pengambilan keputusan saat menghadapi pandemi. Astri menjelaskan, infodemi ditandai dengan kondisi bingung ketika membedakan berita asli dan hoaks.
Hasil survei Mafindo dan IDI menyatakan dari 5.000 responden sebanyak 90 persen terinfeksi misinformasi. Media yang sering dijadikan isu hoaks dan berita bohong ialah Facebook, WhatsApp, dan YouTube, Jadi, hal-hal yang akrab dengan keseharian kita nyatanya menjadi media yang potensial dalam berita bohong.
“Informasi yang harus kita hindari di zaman digital ini ialah misinformasi, disinformasi, dan malinformasi,” papar Astri,
Ia menjelaskan, misinformasi adalah informasi yang beredar, namun orang yang berbagi tidak menyadari bahwa itu salah dan menyesatkan. Disinformasi adalah informasi yang sengaja dirancang untuk menyebabkan kerugian. Malinformasi ialah informasi asli, namun penyebarannya ditujukkan untuk menyebabkan kerugian pihak tertentu.
Hoaks bisa merajalela karena bias konfirmasi, tingkat literasi yang rendah, dan informasi sesuai pemikiran. Kemudian, perkembangan teknologi komunikasi yang cepat, serta rasa penasaran bersamaan dengan rasa takut. Hoaks juga diperparah dengan era post truth karena fakta tidak terlalu berpengaruh terhadap pembentukan opini masyarakat dibanding dengan emosi dan keyakinan personal.
Era ini diperparah dengan filter bubble yaitu algoritma yang dibuat oleh media sosial, di mana pengguna disuguhkan informasi sesuai denagn apa yang disukai saja. Ancamannya, hoaks dan ujaran kebencian jadi berkembang dengan pesat. Untuk bisa menghadapi ancaman dan bahaya tersebut, kita bisa menambah kemampuan literasi digital kita agar bisa memilah informasi yang benar dan tidak.
Webinar juga menghadirkan pembicara, Byarlina Gyamitri (Konsultan Pemberdayaan SDM), Katherine (Owner Organicrush), Lia D. Najib (Relawan TIK Cianjur), dan Diza Gondo sebagai Key Opinion Leader. Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia