Saat memberikan gawai kepada anak, setiap orang tua harus mempertimbangkan pemilihan aplikasi digital yang tepat. Pertama usia anak dan kedua kontennya, harus disesuaikan dengan usia anak kemudian bahaya keamanannya. Serta diperlukan bagaimana manfaatnya lebih besar dibandingkan efeknya.
Dr. Katherine, praktisi kesehatan mengatakan harus diperhatikan. Jangan sampai ada perubahan perilaku. misalnya anak menontonnya aplikasi dengan konten kekerasan, dia akan lebih kasar. Begitu juga dengan konten dewasa, anak akan lebih cepat dewasa.
“Kalau anak senang melihat artis yang disukai. Dia terus melihat terus lama-lama dia juga bisa mengikuti karena anak itu mengikuti apa yang dilihat. Jadi kita harus berhati-hati,” ujarnya saat menjadi pembicara dalam webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 di wilayah Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, Jumat (22/10/2021) siang.
Adanya gangguan bersosialisasi, pada saat anak menggunakan aplikasi tertentu biasanya mereka kesenangan. Mungkin mereka lebih senang chatting akhirnya anak lupa bagaimana caranya bersosialisasi atau berinteraksi secara normal dengan lingkungan sekitar yang nyata. Kemudian ada gangguan berbahasa pada anak-anak yang lebih kecil. Anak Indonesia malah tidak bisa berbahasa Indonesia, ternyata karena senang melihat tayangan berbahasa asing.
“Gangguan keamanan juga dapat terjadi misalnya dengan postingan tertentu identitas pribadi diposting tanpa sadar atau rutinitas kegiatan yang diposting semua tanpa sadar. Akhirnya orang-orang bisa menyalahgunakan, menjadi target kejahatan,” jelasnya.
Kemudian yang tak kalah penting adalah gangguan kesehatan, karena menggunakan aplikasi secara berlebihan. Akhirnya mata anak rusak lalu pakai kacamata. Pola tidur terganggu sehingga membuat aktivita mereka terganggu. Orang tua juga harus mencegah anak kecanduan gadget, rasa senang menggunakan aplikasi tertentu itu menimbulkan candu yang sulit dihilangkan.
Webinar juga menghadirkan pembicara, Diana Balienda (digital trainer), Kis Uriel (Self-development), Ismail Tajiri (Ketua RTIK Kabupaten Sukabumi) dan Az-Zahra Karina sebagai Key Opinion Leader.