Sebagai warga digital kita juga memiliki hak, salah satunya, hak untuk memiliki akses digital. Pintu masuk ruang kita melakuman partisipasi digital itu pastinya jika terhubung secara elektronik.
Nurul Jannah, Staf pengajar SMPN 4 Cirebon menjelaskan, yang diperlukan untuk bisa akses digital harus ada jaringan listrik, piranti digital, jaringan internet dan kemampuan akses di ruang digital.
Para netizen juga harus memiliki budaya yang perlu diterapkan pada hak akses digital ini yakni menghargai hak setiap orang untuk mengakses di ruang digital dan memahami kesetaraan hak juga ketersediaan fasilitas.
Cara untuk mengakses informasi digital dengan aman dimulai dari kita mencari informasi yang valid dan benar. Netizen juga ketika mengakses situs website apapun itu harus membuka yang legal.
“Ini tentu untuk menjaga keamanan Digital dari para pengguna. Serta ikuti ketentuan akses yang ditetapkan oleh platform platform media digital yang kita ikuti,” ujarnya saat menjadi pembicara dalam webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 di wilayah Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Rabu (27/10/2021).
Hak netizen lainnya yakni memiliki kebebasan berekspresi di ruang digital. Kebebasan berekspresi memang menjadi ciri dari negara demokrasi seperti Indonesia. Kalau di TV memang masyarakat terbatas karena hanya sebagai konsumen tetapi saat di ruang digital sebagian netizen Kita juga bisa memproduksi konten. Misalnya membuat podcast, musik video dan lainnya.
Prinsip dasar dalam kebebasan kompetensi dasar dalam kebebasan berekspresi ini. Tentunya kita harus bisa mengakses, setelah itu menyeleksi mana website yang bagus mana yang tidak.
“Warganet juga harus bisa menganalisis misalnya di Instagram pada pukul 8 malam ramai tapi saat pukul 3 sore sepi. Itu kita bisa dapat menganalisisnya. Apa penyebabnya dan dapat dimanfaatkan untuk apa,” tuturnya.
Ada verifikasi dan evaluasi bagaimana ketika kita membuat konten, apa bisa memverifikasi ulang, apakah konten yang sudah benar atau belum. Lalu juga mengevaluasi, Nurul menambahkan, ini penting untuk pebisnis online saat melakukan kampanye. Apakah konten yang dibuat untuk konsumen ini berhasil atau tidak.
Kemudian distribusi atau dalam penyampaian konten ini harus ada interaksi dengan lawan bicara ataupun dengan followers kita. Terakhir ada kompetensi produksi, bagi pemula bisa menggunakan sistem ATM amati, tiru dan modifikasi.
“Kita dapat mengamati konten milik orang lalu tiru. Tetapi jangan semuanya ditiru karena kita butuh modifikasi yang sesuai dengan kepribadian kita atau ciri khas kita,” saran Nurul.
Berekspresi digital tentunya tidak semua boleh dilakukan. Ada ekspresi yang terlarang seperti pornografi, ujaran kebencian, hasutan untuk membunuh, hasutan untuk diskriminasi, kekerasan dan permusuhan. Itu yang sangat dilarang untuk diekspor isikan di ruang digital.
Jika ekspresi kita menjadi di luar batas sanksi sudah siap untuk menghadang kita. Contohnya, jika melakukan fitnah, penghinaan, pencemaran nama baik itu melanggar UU ITE pasal 27 sangsinya pidana penjara paling lama 4 tahun dan atau denda paling banyak 750 juta.
Webinar juga menghadirkan pembicara, Agus Salim (Humas Sekolah Tinggi Teknologi Duta Bangsa), Muhammad Guruh (pengajar SMPN 4 Cirebon), Bayu Purnama Ramadan (Relawan TIK Jawa Barat), dan Gabriella Citra sebagai Key Opinion Leader.