Korban cyberbullying membutuhkan teman untuk berbagi dan berlindung. Jika sudah parah mereka juga harus mendapat bantuan secara profesional ke psikolog atau psikiater.
Ketika kita dipilih olah teman kita sebagai korban cyberbullying, kita harus menjadi orang yang terpercaya. Jangan sampai kita menyebarkan kembali atau menyebarkan kisahnya.
Ria Ariyanie, Praktisi Humas dan komunikasi menyebut, seseorang yang dipercaya oleh koran bullying ini harus membantu melaporkan. Karena mungkin korban dalam posisi ketakutan, dalam posisi diancam.
“Maka saya selalu mengingatkan semua masyarakat, stop di kita. Jangan sebar, hapus konten mengenai seseorang yang dapat mempermalukan dia. Jangan disebarkan lagi, coba posisikan kita di posisi korban. Apabila misalkan korban tersebut adalah misalkan keluarga kita adik kita atau bahkan anak kita pasti akan hancur. Jadi cukup tahu tapi jangan disebar hapus aja,” ungkapnya dalam webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 di wilayah Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, Senin (01/11/2021).
Ingat juga, Indonesia negara hukum kita punya undang-undang ITE dan polisi siber yang kerjanya canggih. Jika ada laporan, hari itu juga sudah bisa diamankan. Jika ada skandal artis, video porno jika kita menyebarluaskan kita bisa terancam penjara 9 bulan.
Kemudian bantu korban perundungan, lawan pelecehan, mari kita sama-sama melawan pelecehan teman-teman atau perundungan seksual. Mereka harus dibantu karena korban mungkin tidak berdaya tidak dalam posisi yang bisa dan sanggup untuk melapor. Penting juga untuk jaga diri kita sendiri supaya kita juga terhindar dari pelecehan seksual. Buat ruang digital kita yang sehat. Yang baik-baik saja, begitu juga dengan hubungan yang sehat dengan pasangan.
“Terutama yang masih remaja, kita ingatkan remaja di sekeliling kita berani katakan tidak pada orang yang berbuat rendah terhadap kita. Di luar sana banyak orang-orang yang menghargai dan menghormati dan bisa memperlakukan kita dengan baik. Jadi harus berani bilang tidak apabila dirayu-rayu atau dimintakan sesuatu hal-hal yang sudah di luar batas,” jelasnya.
Dampingi dan cek gawai anak, mungkin anak masa memiliki teman menormalisasi sesuatu yang tidak pantas. Dicek juga gawai dan media sosialnya, jangan sampai ada pelecehan seksual tapi dia malu atau bahkan tidak berani untuk berbicara. Kemudian lindungi gawai anak dari konten-konten yang tidak seharusnya mereka terima.
Webinar juga menghadirkan pembicara, Littani Watimena (Brand & Communication Strategist), Ryzki Hawari (Entrepreneur), Defira Defianti (Relawan TIK Sukabumi), dan Lady Kjaernett sebagai Key Opinion Leader.