Di ruang digital ada etiket yang harus dilakukan dan etiket sendiri itu berasal dari bahasa Perancis etiquette artinya adalah suatu tata cara salah satunya adalah sopan santun. Mengatur hubungan interaksi atau komunikasi oleh orang dengan orang lain.
Di ruang digital sendiri etiket itu dibagi menjadi dua yang pertama adalah individual seperti kirim email chat personal. Kedua itu one to many atau individu ke beberapa orang. Contohnya yang kita posting di media sosial lalu dikomentari oleh orang lain.
Lantas, mengapa kita harus melakukan etiket itu, satunya karena memang perkembangan teknologi dengan mudahnya memberikan mendapatkan informasi. Kemudian juga berkomunikasi dengan siapa saja asal terhubung dengan internet.
Muhammad Jajuli, wakil dekan Fasilkom Unsika mengatakan, kemudahan mengakses internet tidak diimbangi dengan sikap kita di dalam ruang digital. “Segalanya serba dimudahkan namun pengguna internet seenaknya, bebas berkomentar kasar hingga menyebarkan hoaks,” ungkapnya saat menjadi pembicara dalam webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 di wilayah Kabupaten Karawang, Jawa Barat, Rabu (03/11/2021).
Dia menghubungkan bagaimana generasi berpengaruh dengan tingkah laku di ruang digital. Seperti generasi Z atau ada yang menyebutnya generasi alpha. Mereka sangat mobile, tidak bisa lepas dari gawai, 93,9% terhubung ke internet termasuk addicted user dan menggunakan internet lebih dari 7 jam per hari.
Ada generasi milenial atau internet Generation, terkoneksi sebanyak 88,4% dan konsumsi internetnya 4 -6 jam sehari. Dan Generasi X, digital immigrant hanya 63,2% yang menggunakan internet. Menggunakan internet dalam sehari 1-3 jam per hari.
Dilihat dari persentase saja, siapa yang memiliki kontribusi terbesar yakni generasi Z atau mereka yang lahir tahun 1996 -2015 sekarang berusia 5-25 tahun itu yang paling menguasai. Kelompok umur itu kelompok anak-anak remaja maupun pemuda.
“Tingkat kematangan emosi juga belum matang, jadi kita kini paham mengapa banyak sekali kasus-kasus yang viral yang sebenarnya bisa dihindari kalau kita bisa sedikit sabar tidak tersulut provokasi dan lain-lain. Namun sayang sekali itu terjadi oleh mereka yang memang masih labil sehingga tidak heran netizen Indonesia terdiri dari generasi Z yang masih muda,” jelasnya.
Makanya literasi digital itu sangat penting menyasar di bangku sekolah hibga perkuliahan. Agar para generasi muda ini dapat cakap digital bukan hanya ahli dalam membuat konten, berkreativitas dan menghasilkan karya. Namun terpenting mereka dapat beretika yang baik di ruang digital, menjadi masyarakat digital yang beradab.
Webinar juga menghadirkan pembicara, Michael Sjukrie (Kreator Konten Underwater), Ronal Tuhatu (Psikolog), Nurlana Sanjaya (Relawan TIK Indonesia), dan Kila Shafia sebagai Key Opinion Leader.