Pandemi telah mengubah cara kita berkomunikasi. Semuanya itu kita akan dihadapkan dengan cara berkomunikasi baik secara online maupun secara offline. Pandemi membatasi gerak kita secara offline, kita di dunia nyata juga kita lebih banyak berinteraksi di dunia online.
Maka sesungguhnya kita harus mempersiapkan diri walaupun kita sudah dari zaman dulu berinteraksi media sosial jauh sebelum pandemi. Mungkin sudah ada yang jadi selebgram juga atau misalnya sudah sering komen-komen secara online. Tetapi apakah benar kita ini sudah siap? Transformasi itu benar-benar harus disikapi dengan baik, benarkah netizen Indonesia sudah siap menghadapi transformasi digital?
Iris Faria Maharani, Koordinator Startup Incubator meyakinkan, apakah kita sudah siap mengubah cara berkomunikasi kita, tahu tidak batasan-batasan yang ada karena netiket itu berhubungan berhubungan langsung dengan ketahanan digital. Ketika membicarakan otomatis langsung terpikir ketahanan digital negara. Menurutnya memang benar secara luas konteks ketahanan digital ini memang bersangkut paut sangat erat dengan ketahanan kita sebagai satu negara.
“Tetapi saya mau melihatnya ke ketahanan diri kita sendiri. Ketahanan diri kita sendiri, baik kita di arena offline maupun online. Maka dari itu yang namanya Netiket itu sangat sangat penting. Sebenarnya simpel saja, kenapa penting? Kita perlu mempertahankan komunikasi yang baik dan menghindari kesalahpahaman ketika kita dulu berkomunikasi secara offline. Itu bukan susah tetapi berusaha sekali untuk menjaga komunikasi dengan orang lain,” ungkapnya saat mengisi webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Rabu (17/11/2021).
Kita semaksimal mungkin menjaga agar orang lain memiliki kesan yang baik terhadap kita. Karakteristik orang Indonesia itu sebenarnya cinta damai karena kita ibaratnya kebudayaannya masih banyak yang high contact culture.
Jadi lebih banyak yang menghindari konflik, karena ini berkaitan juga dengan budaya kita. Maka, netiketnya seperti apa dan etika itu. Seperti yang kita sadari jika kita ingin dihormati orang lain maka kita dulu yang harus dengan orang. Karena respek itu jalannya dua arah, ini tentu juga berlaku di ruang digital.
Caranya kita tetap menjaga silaturahmi atau komunikasi yang baik di media sosial itu tergantung dengan peran kita di media sosial itu sendiri. Iris mengambil contoh media sosial karena pada kenyataannya para warganet Indonesia lebih banyak berkomunikasi di media sosial.
Tiga peran si media sosial, pertama sebagai konsumen, disadari atau tidak, sekarang buka handphone itu bersamaan ketika kita membuka mata saat bangun tidur.
“Kita merasa kita siap mengkonsumsi banyak informasi pada saat kita baru melek. Ketika kita menerima informasi secara otomatis mempengaruhi mental kita yang sesungguhnya belum siap mengkonsumsi berita-berita yang ada di media sosial. Bisa kita di media sosial atau di chat room. Kita harus tahu dulu etikanya,” jelasnya.
Caranya, ketika kita mengkonsumsi jangan terlalu dibawa serius atau istilah zaman sekarang baper. Kita harus ingat peran kita mengkonsumsi memang yang baik buat kita, ambil yang naik dan yang buruk dibuang. Kedua, ketika kita sudah mengkonsumsi kita dapat jadi produsen. Entah itu kita memproduksi suatu konten original dari pemikiran kita atau mungkin kita menjadi orang yang menyebarkan. Bagikan konten yang bermanfaat dan harus dapat diyakini kebenarannya.
Kita harus tahu apa yang boleh disebar apa yang tidak boleh disebar. Ketika kita memproduksi konten juga harus disadari apa yang tetap menjadi ranah profesi kita tetap disimpan di diri kita sendiri. Ketika kita menjadi distributor. Bagaimana kita mendistribusikan kembali sebuah informasi.
“Harus tahu seperti apa atau siapa supplier dari berita atau informasi yang kita akan bagikan. Siapa sosok yang sudah lebih dahulu mencetuskan ide ide itu. Jika kita sependapat dengan pendapat orang lain yang positif kita wajib untuk membagikan ulang atau sebuah gerakan perubahan dapat kita sebraluaskan,” tambah Iris.
Jadi tugas kita di media sosial ada di tiga titik ini sebagai konsumen, produsen dan distributor. itu sangat penting karena kita berhubungan dengan ranah komunikasi masa, satu klik banyak orang akan tahu orang. Maka dari itu kita harus benar-benar memainkan peran, kita juga menentukan mau berteman dengan siapa, mengikuti siapaa, semua berhubungan dengan konsekuensi yang ada.
Webinar juga menghadirkan pembicara, Laura Ajawaila (Psikolog Klinis), Ronal Tuhatu (Psikolog), Clara Novita Anggraini (dosen Komunikasi Telkom University), dan Carissa Muhammartha sebagai Key Opinion Leader.