Direktur Eksekutif Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi Ali Usman mengatakan kebijakan impor daging kerbau India harus dievaluasi mengingat daging beku tersebut tidak terlalu signifikan dalam menurunkan harga daging sapi lokal karena harganya masih tinggi dan justru daging kerbau mengalami kenaikan.
“Tata niaga harus dibenahi, jangan hanya melihat dari sisi konsumen tetapi dari sisi produsen peternak rakyat juga harus dilihat. Biaya pemeliharaan sapi masih tinggi, hingga soal rantai pasok fasilitas yang masih minim, sehingga harga daging sapi masih tinggi di konsumen akhir,” kata Ali Usman di Jakarta, Kamis.
Pemerintah melalui Kementerian Pertanian berupaya menjalankan berbagai program seperti Swasembada Daging Sapi Kerbau (PSDS) hingga teranyar Sikomandan (Sapi Kerbau Komoditas Andalan). Ali mengatakan meskipun upaya itu dilakukan untuk meningkatkan populasi, tetapi defisit daging sapi masih cukup tinggi sehingga Indonesia masih melakukan impor daging kerbau India dan daging sapi dari Brazil.
Upaya tersebut sudah lebih dari 10 tahun, tetapi masih belum mampu menjawab tantangan neraca sapi potong yang kian defisit ditengah angka konsumsi relatif
stagnan.
Ia mengusulkan, sistem informasi pangan dalam satu data terkait supply-demand daging sapi harus dibangun. Tidak hanya dari soal data produksi tetapi angka konsumsi di berbagai daerah sehingga pemerintah dapat mengetahui jumlah peternak dan ternaknya di tiap daerah, juga data biaya produksi dari pemeliharaan ternak itu sendiri, pasokan bahan baku pakan, penyediaan bibit hingga ke sistem rantai pasok. Sehingga data harga daging tersebut diterima oleh konsumen terlihat secara transparan.