Jakarta, 2 Oktober 2025 – Indonesia saat ini berada di titik strategis dalam peta energi global. Negeri ini menyimpan cadangan panas bumi terbesar kedua di dunia dengan potensi mencapai 23,7 gigawatt (GW). Jika seluruh potensi tersebut dioptimalkan, Indonesia dapat menghasilkan listrik hingga 24.000 megawatt (MW). Kapasitas ini bukan hanya menopang ketahanan energi nasional, tetapi juga menjadi fondasi penting dalam transisi menuju energi bersih.
Pakar Geothermal dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Ali Ashat, menegaskan pemanfaatan panas bumi penting untuk mendukung penurunan emisi karbon sekaligus memenuhi kebutuhan energi nasional.
“Jika pembangkit batu bara menghasilkan emisi karbon dioksida hingga 1.000, geothermal hanya sekitar 100 atau bahkan lebih rendah,” jelasnya, dikutip Kamis (2/10).
Ia juga menepis kekhawatiran soal dampak lingkungan, seperti pencemaran air tanah. Menurutnya, sumber energi panas bumi berada jauh di bawah permukaan bumi sehingga tidak mengganggu kebutuhan air warga.
Manfaat nyata terlihat dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Kamojang di Jawa Barat yang telah beroperasi sejak 1983. Selama lebih dari 40 tahun, warga dan industri sekitar hidup harmonis berdampingan dengan energi hijau. Selain mendukung sektor pertanian, PLTP membuka lapangan kerja dan melahirkan inovasi lokal seperti olahan kulit kopi yang dikembangkan menjadi teh, tepung, hingga produk kecantikan.
“Banyak warga yang dulu menganggur kini punya pekerjaan. Ekonomi masyarakat pun tumbuh,” ujar Sudarman, Ketua Kelompok Tani Hutan (KTH) Gunung Kamojang
Dampak ekonomi dari pemanfaatan panas bumi juga signifikan. Proyek-proyek di berbagai daerah telah membuka ribuan lapangan kerja baru, mendorong tumbuhnya UMKM, serta memperbaiki infrastruktur publik.
Faktanya, PLTP Kamojang dan PLTP Patuha di Jawa Barat menjadi contoh pemasok energi bersih, keduanya menciptakan lebih dari 1.500 lapangan kerja langsung maupun tidak langsung, sekaligus menjalankan program pemberdayaan masyarakat mulai dari pelatihan UMKM, koperasi desa, hingga dukungan pertanian organik.
Pengamat energi Komaidi Notonegoro menilai pemerintah sudah menunjukkan keseriusan mendorong pemanfaatan energi panas bumi. Ia menyoroti langkah-langkah terbaru seperti penandatanganan nota kesepahaman antara Pertamina dan PLN, serta keterlibatan Danantara.
“Sekarang ada upaya pemerintah ingin mengakselerasi perkembangan geothermal di aspek pengembangan dan pengusahaan,” ujarnya.
Keunggulan geothermal adalah sifatnya yang stabil dan tersedia 24 jam sehari. Berbeda dengan energi surya atau angin yang bergantung pada cuaca, panas bumi bisa menjadi sumber energi baseload yang konsisten. Hal ini menjadikannya tulang punggung ideal bagi sistem energi bersih Indonesia.
Pengamat ekonomi energi dari Universitas Padjajaran, Yayan Satyaki, menilai kunci sukses pengembangan geothermal ada pada kesiapan regulasi yang mendukung kolaborasi pemerintah, swasta, dan masyarakat.
Ia mencontohkan Kenya yang berhasil mengembangkan geothermal sejak 1982 dengan model kemitraan inklusif. Pemerintah Indonesia kini tengah merevisi PP Nomor 7 Tahun 2017 tentang panas bumi, yang mencakup skema pelelangan yang lebih sederhana, insentif fiskal, jaminan pemulihan lingkungan, hingga penguatan aspek sosial agar proyek diterima masyarakat secara inklusif dan transparan.
Dari sisi swasta, sinergi juga semakin terlihat. Kerja sama PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA) dan PT FirstGen Geothermal Indonesia, misalnya, menunjukkan komitmen sektor bisnis mempercepat transisi energi sekaligus membuka peluang kerja hijau. Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) memperkirakan transisi energi bersih akan menciptakan 24 juta lapangan kerja global pada 2030. Dengan potensi 24.000 MW, Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi pusat ekonomi hijau di Asia.
Saat ini panas bumi bukan hanya solusi bauran energi bersih, melainkan motor penggerak ekonomi masa depan. Dengan dukungan regulasi yang tepat, kolaborasi pemerintah-swasta, serta partisipasi masyarakat, geothermal dapat menjadi pilar utama Indonesia mencapai target Net Zero Emission 2060 sekaligus memperluas kesejahteraan masyarakat di daerah.