Demi mencapai target 2019 ini, Industri pariwisata butuh dana sebesar Rp 500 tiriliun. Jumlah ini terbagi untuk investasi pariwisata sebesar Rp 205 Triliun dan Pembiayaan sebesar Rp 295 Triliun. Supaya cepat untuk direalisasikan, maka secepatnya dibutuhkan skema pembiayaan di sektor pariwisata yang bisa didukung oleh semua pihak.
Jakarta, 29 April 2019. Disetiap acara Menteri Pariwisata, Arief Yahya, selalu memaparkan bahwa di sektor pariwisata diharapkan bisa menghasilkan devisa negara sebesar 17,6 miliar dolar AS. Angka itu berasal dari kunjungan 20 juta wistawan mancanegara (wisman) dan 275 wistawan nusantara (wisnus).
Demi mencapai target tersebut, dibutuhkan dana sebesar Rp 500 triliun. Jumlah ini terbagi untuk investasi pariwisata sebesar Rp 205 Triliun dan Pembiayaan sebesar Rp 295 Triliun. Angka tersebut akan akan dipergunakan untuk pengembangan 10 destinasi pariwisata priortas dan kawasan strategi pariwisata nasional. “Termasuk didalamnya adalah untuk menyalurkan pembiayaan kepada swasta khususnya umkm di sektor pariwisata, “ kata Hengky Manurung, Asisten Deputi Bidang Investasi Pariwisata Kemenpar kepada infobisnis di sela-sela acara Forum Group discussion (FGD) Skema Pembiayaan di Sektor Pariwisata, di Jakarta pada hari Senin (28/4) ini.
Menurut Henky, dari kebutuhan investasi pariwisata yang mencapai Rp 205 triliun tersebut, terdiri dari pembiayaan dari lembaga keuangan pemerintah Rp 10 triliun dan pembiayaan dari swasta Rp 285 triliun. Henky bertutur pemerintah sudah mulai menyaluarkan pembiayaan pariwisata lewat Pembiayaan Ultra Mikro (UMi). UMi merupakan program pembiayaan dengan jumlah plafon paling banyak Rp 10 juta per nasabah. Program ini merupakan tahap lanjutan dari bantuan sosial menuju kemandirian usaha, serta merupakan komplementer Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Demi mempercepat penyerapan dana pembiayaan ini oleh UMKM pariwisata, maka Kementerian Pariwisata menggelar FGD bersama LPEM UI, PHRI, PNM, dan beberapa Dinas Pariwisata.
Sementara itu menurut Dewi Meisari dari LPEM UI di dunia ini ada dua kubu untuk pembiayaan sektor pariwisata. Yang pertama ada negara yang sudah mengeluarkan pembiayaan pariwasata seperti di negara Malaysia, Bulgaria, Italia dan Perancis. Dan yang lainnya cukup menerapkan pembiayaan lewat sektor UMKM secara umum saja.
Untuk Indonesia sendiri, menurut Dewi, yang terpenting ketika menyalurkan pembiayaan kepada UMKM harus membuat skema yang mudah, cepat, bunga ringan dan aman. Karena ada beberapa level umkm di sektor pariwisata. “ karena umkm di pariwisata itu mulai dari pedagang asongan hingga pengusaha resto dan hotel,” ungkap Dewi dalam acara tersebut.
Sementara itu menurut Dewi Meisari dari LPEM UI di dunia ini ada dua kubu untuk pembiayaan sektor pariwisata. Yang pertama ada negara yang sudah mengeluarkan pembiayaan pariwasata seperti di negara Malaysia, Bulgaria, Italia dan Perancis. Dan yang lainnya cukup menerapkan pembiayaan lewat sektor UMKM secara umum saja.
Untuk Indonesia sendiri, menurut Dewi, yang terpenting ketika menyalurkan pembiayaan kepada UMKM harus membuat skema yang mudah, cepat, bunga ringan dan aman. Karena ada beberapa level UMKM di sektor pariwisata. “ karena UMKM di pariwisata itu mulai dari pedagang asongan hingga pengusaha resto dan hotel,” ungkap Dewi dalam acara tersebut.
Dewi mewanti-wanti harus segera merealisasikan pembiayaan ini, jangan sampai para pelaku UMKM terjebak dalam pembiayaan yang memberikan bunga begitu besar, karena ini ada fintech yang menawarkan bunga 1 % perhari,” ungkap Dewi.
Sejalan dengan Dewi, Kudiyanto dari Pemodalan Nasional Madani (PNM) juga mendukung rumusan skema yang tepat untuk usaha mikro dan menengah sektor Pariwisata. Namun hingga sekarang ini, PNM masih bisa menyalurkan pembiayaan secara umum untuk UMKM. “FGD ini adalah acara yang penting untuk kita, semoga secepatnya bisa menghasilkan skema pembiayaan yang memudahkan buat UMKM sektor pariwisata,” kata Henky.
Hermawan