Sektor rill dan perbankan membutuhkan insentif dari kebijakan suku bunga acuan untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi yang pada kuartal I-2019 di bawah ekspektasi, sehingga Bank Indonesia diperkirakan akan menurunkan bunga acuan pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) 20 Juni 2019, kata seorang ekonom.
Kepala Ekonom PT Bank Negara Indonesia Persero Tbk (BNI) Ryan Kiryanto saat dihubungi Antara di Jakarta, Jumat, mengatakan BI bisa mengoptimalkan momentum tingginya kepercayaan terhadap ekonomi Indonesia setelah lembaga pemeringkat terkemuka dunia Standard and Poor’s (S&P) menaikkan peringkat kredit Indonesia menjadi BBB dari sebelumnya BBB-.
“Sektor riil dan perbankan butuh stimulus dari jalur suku bunga untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi supaya Indonesia tidak kehilangan momentum,” katanya.
Jika BI menurunkan suku bunga acuan “7 Day Reverse Repo Rate” pada 20 Juni 2019, hal itu akan menjadi pelonggaran suku bunga acuan pertama kalinya setelah era suku bunga “ketat” pada 2018. Di tahun lalu, BI secara agresif menaikkan suku bunga acuan hingga 175 basis poin (1,75 persen) hingga posisi saat ini di enam persen untuk menangkal keluarnya modal asing.
Ryan menilai BI memang memilki ruang yang cukup jika ingin menurunkan suku bunga acuan. Musababnya perekonomian domestik yang membaik ditunjau dari berbagai indikator investasi dan juga ketahanan sistem keuangan untuk membendung keluarnya modal asing.
“Inflasi Indonesia terkendali di level rendah, ada perbaikan daya saing (Ease Of Doing Business/EODB) di 2019. Posisi cadangan devisa yang 124 miliar dolar AS atau setara 7,6 bulan impor dan bayar utang luar negeri pemerintah juga masih memadai,” ujar dia.
Sebagai catatan, negara-negara di dunia dalam beberapa pekan terakhir juga memangkas suku bunga acuan untuk mengantisipasi perlambatan pertumbuhan ekonomi global. Australia, Malaysia, Filipina dan India sudah menyesuaikan suku bunga acuannya dalam dua pekan terakhir.