Semua industri konvensional di dunia maupun di Indonesia sudah mulai masuk era budaya digital. Supaya lebih sukses melakukan tranformasi tersebut, diperlukan dukungan penuh dari pemimpin perusahaan. Langkah ini harus dilakukan untuk antisipasi perbedaan budaya kerja yang sangat berbeda.
Presiden Joko Widodo sangat mendukung penuh semua perusahaan di Indonesia untuk cepat beradaptasi dengan perubahan budaya bisnisnya. Satu diantaranya harus siap masuk ke era digitalisasi atau sekarang ini masuk fase industri 4.0.
Kenapa demikian? Karena era digital bisa mempercepat pertumbuhan kinerja perusahaan yang ada. Dengan menggunakan digitalisasi perusahaan dengan mudah bisa menjual semua produknya secara langsung tanpa ada hambatan di pasar internasional.
Namun perlu diingat, era digitalisasi mengakibatkan berubahnya cara berpikir manusia, hidup, dan berhubungan satu sama lain. Perubahan yang signifikan terjadi pada bidang teknologi, menyebabkan perubahan juga pada bidang lain seperti ekonomi, sosial, dan politik. Tentu hal ini juga akan mempengaruhi perubahan kebutuhan sumber daya manusia (SDM), apalagi SDM adalah salah satu faktor keberhasilan dari era digital transformation.
“ Masih banyak SDM yang belum mampu menghadapinya. Terlebih bagi pekerja lama apalagi yang sudah tua, tentu akan butuh waktu agar bisa mengikuti perkembangan industri. Sebab di zaman digitalisasi ini diperlukan keterampilan khusus dalam berhadapan dengan teknologi baru,” kata Icsan Adiwidjaya Management Consulting Principal Director kepada Infobisnis rabu (23/10).
Berdasarkan riset Mckinsey, guna mencapai sasaran tersebut, Indonesia membutuhkan 17 juta tenaga kerja yang “melek” digital, dengan komposisi 30 persen di industri manufaktur dan 70 persen di industri penunjangnya. Jika ini terealisasi, maka bukan tidak mungkin jika Indonesia bisa menambah pemasukan ekonomi hingga USD150 miliar.
Pelaku usaha atau perusahaan menjadi subjek yang paling penting dalam era digitalisi khususnya dalam upaya peningkatan kompetensi SDM. Langkah ini sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo, yang menginginkan pembangunan nasional lewat pembangunan SDM yang berkualitas, seperti menjalankan program pendidikan dan pelatihan vokasi yang lebih masif.
Peran Human Resources Departemen (HRD) di setiap perusahaan harus menjadi yang terdepan dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia untuk menghadapi tantangan dari industri digitalisasi.
Untuk itu, Sinar Mas dan PT Oriente Mas Sejahtera (Finmas) menggelar sebuah acara diskusi tentang “Digital Economy Talent Gap and Workforce Challenges” yang diselenggarakan di Sinar Mas land Plaza, Rabu (23/10) lalu. Dalam acara itu hadir beberapa pembicara dari berbagai perusahaan yang membahas dampak dan peluang digitalisasi.
Sylvano damanik, Vice Chairman Korn Ferry Hay Group Indonesia mengatakan, jika hal ini tidak dilakukan, maka akan terdampak kepada 18 juta pekerja atau USD442,6 miliar di Indonesia pada tahun 2030.
“Ini hampir semua terjadi di seluruh negara,” kata Sylvano, yang menjadi salah satu narasumber.
Kemudian dilanjutkan oleh Doni Priliandi selaku CEO Happy5 yang mengatakan, kesalahan transformasi digital, bukan karena digital, tapi transformasi perilaku. Ini merupakan sebuah peran pemimpin atau CEO yang sangat diperlukan di perusahaannya! Bukan hanya peran human resources.
“Jadi kegagalan transformasi digital bukan karena digitalnya, tetapi orang-orangnya yang tidak bisa beradaptasi,” katanya.
Memanfaatkan Digitalisasi
Dalam acara tersebut, juga dibahas tentang perusahaan konvensional yang beralih ke dunia digital. Hal ini karena digitalisasi bisa dipandang sebagai peluang. Dua diantara perusahaan yang menyadari hal tersebut adalah PT Pegadaian dan Sinar Mas.
Sebagai sebuah BUMN, PT Pegadaian telah merencanakan untuk segera mengeluarkan produk-produk secara digital. Produk-produk tersebut akan dikeluarkan lewat aplikasi dan website.
“Kami akan masuk ke bisnis mikro untuk pinjaman Rp 25 juta ke bawah. Kami akan masuk ke digital lending. Ini merupakan cara kami menghadapi atau memanfaatkan digitalisasi,” kata Mh. Edi Isdwiarto selaku Direktur SDM dan Hukum PT Pegadaian.
Dalam era digitalisasi ini, lahirnya inovasi-inovasi terbaru berbasis teknologi semakin tak terbendung, tak terkecuali dalam bidang keuangan atau yang biasa disebut financial technology (fintech).
Sebagai salah satu perusahaan korporasi terbesar di Indonesia, PT Sinas Mas mampu melihat peluang tersebut. PT Sinar Mas mampu memanfaatkan era digitalisasi dengan berinovasi membangun startup fintech FIMNAS (PT Oriente Mas Sejahtera), yang merupakan gabungan dari perusahaan multi nasional Oriente.
“FINMAS adalah perusahaan fintech yang fokus peada kaum menengah ke bawah dan milenial, dimana tahun ini FINMAS memfokuskan peningkatan literasi keuangan di seluruh Indonesia,” kata Rainer Emanuel, Head of PR Finmas.
Lebih jauh Rainer mengatakan, geliat sektor fintech di Indonesia telah merambah ke berbagai sektor, seperti startup pembayaran, peminjaman (lending), perencanaan keuangan (personal finance), investasi ritel, pembiayaan (crowdfunding), uang elektronik, dan lain-lain.
Era digital telah menggiring masyarakat kepada berbagai hal yang praktis dan tanpa batas, semua transaksi keuangan dilakukan melalui gadget seperti melakukan transfer dana, berinvestasi hingga memperoleh pembiayaan. Hal ini yang kita kenal dengan sebutan Financial Technologi atau FinTech. Fintech sendiri berarti teknologi dan inovasi baru yang dikembangkan untuk memperluas dan mempermudah akses masyarakat dengan layanan jasa keuangan.