Diprediksi hingga akhir 2019 ini, Bisnis jasa keuangan berbasis teknologi (fintech) akan terus tumbuh. Tak heran aroma manis bisnis fintech di Indonesia ini, langsung dicium investor lokal dan investor. Jika ingin bisnisnya langgeng, ada yang harus diperhatikan oleh perusahaan. Jika tidak maka KPPU akan segera menindak dengan tegas.
Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tercatat bahwa hingga awal Oktober 2019 ini ada 127 perusahaan bisnis jasa keuangan berbasis teknologi (fintech) yang terdaftar dan berizin dari OJK. Dan dari total tersebut terdapat 39 financial technology (fintech) asing.
Dalam perjalanannya hingga saat ini, fintech di Indonesia sudah terbagi menjadi empat kategori. Pertama, fintech payment, clearing dan settlement. Contohnya, Kartuku, Doku,iPaymu, Finnet dan Xendit dan terakhir adalah gopay dan ovo.
Kedua, fintech e-aggregator. Mereka enggumpulkan dan mengolah data yang bisa dimanfaatkan konsumen untuk membantu pengambilan keputusan. Contohnya, Cekaja, Cermati, KreditGogo dan Tunaiku.
Ketiga, fintech manajemen resiko dan investasi. Fintech ini memberikan layanan seperti robo advisor (perangkat lunak yang memberikan layanan perencanaan keuangan dan platform e-trading dan e-insurance. Contohnya, Bareksa, Cekpremi dan Rajapremi.
Keempat yang paling terkenal, peer to peer lending (P2P). Fintech ini mempertemukan antara pemberi pinjaman (investor) dengan para pencari pinjaman dalam satu platform. Nantinya para investor akan mendapatkan bunga dari dana yang dipinjamkan. Contohnya, Maucash, Finmas dan Modalku
Melihat kondisi ini, tentu saja jika semua memberikan kemaslahtan bagi masyarakat akan didukung penuh oleh pemerintah. Dan bisnis fintech pun akan terus mengalami pertumbuhan di Indonesia.
Meskipun terlihat fintech ini bisnis baru di Indonesia, bukan berarti tidak ada payung hukum yang mengawasi perilaku perusahaan fintech tersebut.
Buktinya Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sudah lama memantau pertumbuhan bisnis digital dan financial technology atau FinTech yang kian pesat ini. Karena dalam bisnis mananpun pasti akan ada potensi praktek persaingan usaha tidak sehat.
Sekalipun demikian, bukan berarti setiap laporan yang diadukan oleh masyarakat kepada KPPU langsung ditindak lanjuti dengan tergesa-gesa. Karena meskipun ranah bisnis FinTech tidak eksplisit diatur dalam undang-undang Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Karena itu KPPU lebih menunggu laporan dan mengambil langkah melalui kajian dan advokasi atau dengan penelitian daripada langsung ke inisiatif penindakan.
Saat ini KPPU banyak menerima laporan dari masyarakat tentang Digital Payment atau e-money. “KPPU tetap berusaha menginterpretasikan pasal yang mengatur. Kami bekerja keras sebisa mungkin tapi tidak mau sok tahu,” ujar Kodrat Wibowo, Komisioner KPPU kepada infobisnis baru-baru ini.
Hal itu membuat masing-masing dari perusahaan mengalami persaingan ketat sehingga mereka biasanya membuat diskon besar-besaran demi memenangkan minat masyarakat pada FinTech tertentu.
Kodrat melanjutkan, tantangan utama KPPU adalah UU nomor 5 tahun 1999 hadir ketika industri digital belum berkembang pesat. Karena itu wajar jika KPPU harus berhati-hati melakukan interpretasi pasal untuk menyesuaikan di era kekinian.
Namun menurut Kodrat, bukan berarti KPPU tidak mungkin menindak. Untuk mempersiapkan penegakan, KPPU meningkatkan kompetensi SDM, penelitian hingga tukar menukar informasi dengan negara-negara maju.
Untuk persoalan pelanggaran, sebenarnya perilaku dalam berbisnis itu sama saja. Jika perusahaan praktek monopoli atau persaingan usaha tidak sehat pasti kita bisa terapkan aturan yang sudah ada.
Karena bagaimanapun juga, finTech ini memberi kemudahan bagi lalulintas uang dan bisa mengatur laju inflasi.
“Apalagi bisnis fintech tidak semata memunculkan masalah ranah persaingan usaha saja namun masalah yang lebih luas,” tambah Kodrat.
Langkah awal untuk sosialiasi tentang etika berbisnis fintech ini sudah dilakukan oleh KPPU, dengan mengundang asosiasi perusahaan fintech untuk persamaan persepi perihal bisnis ini.