Infobisnis.id – Jimly Asshiddiqie dalam seminar yang diinisiasikan Komunitas Jakarta Tersenyum dan bekerjasama dengan Miria Legal Research, di Café Sastra, Sabtu 2 November 2019, mengutarakan, koperasi saat ini menjadi badan usaha yang paling menguntungkan, bagaimana tidak, selain memiliki undang-undangnya sendiri, koperasi juga memiliki Kementerian dan Lembaga Negara yang secara khusus mengurus dan membina dunia perkoperasian di Indonesia.
“Dunia Koperasi di Indonesia sebetulnya saat ini mendapatkan keuntungan yang banyak, mulai sejak lahirnya gerakan koperasi yang akhirnya dilembagakan pada tahun 1947, yang saat ini kita kenal dengan nama Dewan Koperasi Indonesia dan ada Kementerian yang secara khusus mengurus tentang koperasi.
Bahkan dua duanya ini strukturnya sampai ke daerahdaerah. Seharusnya koperasi di Indonesia sudah menjadi kekuatan ekonomi yang menciptakan lapangan pekerjaan. Tapi masalahnya, Koperasi seperti tidak berkembang dengan baik, pada hal eranya sudah semakin tanpa batas. Era digitalisasi seperti saat ini memudahkan kita untuk berinteraksi satu sama lain. Menurut saya ini adalah momentum yang paling baik untuk memanfaatkan segala keuntungan tadi untuk mengembangkan koperasi,” jelas Jimly.
Dalam seminar tersebut, Jimly mengatakan, koperasi merupakan bentuk dari pengamalam Undang-undang Dasar 1945, khususnya terkait dengan Pasal 33, yang pada pokoknya mengenai konstitusi ekonomi. “Saya secara khusus menulis buku tentang Konstitusi Ekonomi, jadi saya paham bahwa perwujudan dari Pasal 33 UUD 1945 itu adalah gerakan koperasi sebagai bentuk dari kedaulatan ekonomi berdasarkan asas kekeluargaan. ini kan bentuknya kerjasama antar masyarakat. Jadi, sistem perekonomian Pancasila itu muaranya adalah gotong royong, sehingga yang seharusnya dikedepankan adalah kerjasama, bukan bersaing antar sesama,” ujar Jimly yang juga pendiri sekaligus ketua pertama Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.
Pada era digital seperti saat ini, lanjut Jimly, merupakan saat yang tepat untuk mempraktekkan gotong-royong, di mana saat ini seperti semakin tidak ada batasan dalam berkomunikasi. Oleh karena itu, gerakan koperasi akan semakin mudah pula untuk dilakukan pembinaan dengan memanfaatkan teknologi informasi. “di era digital seperti saat ini, semakin mudah kita berinteraksi satu sama lain. Hanya saja interaksinya jangan persaingan melulu, harus dibangun yang namanya interaksi sosial, interaksi gotong-royong, sebuah interaksi yang membangun untuk kepentingan bersama, kepentingan nasional” terang Jimly.
Jimly juga menerangkan mengenai konsep kerjasama dunia, dimana dahulu dinamakan red ocean, sebuah konsep hubungan yang penuh dengan pertarungan, persaingan, bahkan hingga jatuh peperangan. Namun saat ini dunia menerapkan konsep blue ocean, yaitu sebuah konsep hubungan dengan pendekatan win-win, atau sama-sama untung.
“Dulu kelompok-kelompok di dunia, yang bentuknya bisa kerajaan, negara, atau suku-suku, melakukan hubungan dengan kelompok-kelompok lain dengan pendekatan red ocean, ini sebuah konsep yang digambarkan penuh dengan pertarungan, persaingan, hingga berdarahdarah. Nah, saat ini dunia menerapkan konsep blue ocean, yaitu konsep hubungan yang dengan pendekatan win-win, harus sama-sama untung, tidak seperti red ocean yang melulu mencari win and lose.”
“Kita harusnya berlomba-lomba dalam kebaikan, fastabiqul khairat, menuju kebaikan dengan cara kebaikan. Dengan bekerjasama, maka para pihak akan diuntungkan, sudah saatnya kita bekerjasama membangun bangsa dan negara. Kedepankan kepentingan nasional di atas kepentignan individu dan kelompok,” tambah Jimly, pendiri sekaligus ketua pertama Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Republik Indonesia.
Koperasi adalah sebuah badan usaha yang dimiliki seluruh anggotanya sebagai pemegang saham. Berbeda dengan Perseroan Terbatas, kepemilikan koperasi dibagi rata berdasarkan jumlah anggotanya, dibandingkan dengan perseroan terbatas yang kepemilikan sahamnya dibagi minimal 2 orang. Sedangkan Perseroan Terbatas Terbuka, dimiliki oleh minimal 2 pemegang saham, dan sebagian sahamnya dijual dibursa efek untuk dimiliki oleh masyarakat umum yang biasanya kepemilikan sahamnya minoritas.