Asosiasi Pertambangan Indonesia (Apni) menyebut pihaknya masih mempunyai kuota ekspor bijih nikel 8 juta ton hingga akhir 2019.
“Sisa kuota ekspor kami sampai akhir tahun antara 7 juta hingga 8 juta ton,” kata Sekretaris Jenderal Apni Meidy Katrin Lengkey di Jakarta, Selasa.
Meidy menuturkan dari jumlah tersebut, nantinya selain diekspor, sisanya akan disalurkan kepada smelter-smelter di dalam negeri.
Asosiasi sendiri, kata Meidy, tengah berkoordinasi dengan daerah untuk mendata total kebutuhan input smelter bijih nikel, terutama di daerah yang memiliki fasilitas smelter terbesar yakni Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah dan Maluku Utara.
Nantinya, data tersebut akan dibandingkan dengan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) di Kementerian ESDM.
“RKAB inilah yang jadi dasar Kementerian ESDM beri rekomendasi ekspor, berapa total kuota ekspor yang dikeluarkan. Selama ini karena tidak ada koordinasi sehingga kebutuhan impor ore tidak diketahui. Tidak balance (seimbang), over supply (pasokan berlebihan), maka harga jatuh,” katanya.