Pengamat energi Mamit Setiawan mengatakan rencana pemerintah menurunkan harga gas industri menjadi enam dolar AS per MMBTU pada Maret 2020 diharapkan tidak mematikan industri tengah (midstream) yakni pengelolaan dan pengusahaan jaringan infrastruktur gas.
“Saya mendukung penurunan harga gas industri, tapi pemerintah juga diharapkan harus melindungi usaha midstream gas kita. Jangan sampai justru kebijakan ini mengganggu kinerja mereka,” kata Direktur Eksekutif Energy Watch itu dalam keterangannya di Jakarta, Senin.
Industri midstream gas saat ini dikuasai PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Tbk selaku subholding migas, dengan PT Pertagas menjadi bagian dari subholding tersebut.
Mamit menuturkan untuk menyalurkan gas dari sumur sampai ke pengguna akhir dibutuhkan jaringan pipa transmisi dan distribusi gas bumi.
Saat ini, PGN memiliki hampir 10.000 km jaringan pipa gas yang terhubung ke 1.658 industri besar dan pembangkit listrik,1.930 pelanggan komersial, dan 204.000 pelanggan rumah tangga.
“Tanpa adanya infrastruktur tersebut, gas bumi tidak akan sampai ke pengguna akhir. Pembangunan infrastruktur termasuk di dalamnya ada fasilitas regasifikasi dengan PGN menyiapkan LNG, sehingga pasokan kepada pengguna tidak terganggu,” ujarnya.
Untuk itu, ia menyarankan pemerintah menjadikan PGN sebagai penyangga atau agregator gas nasional agar bisa menarik para investor menanamkan dana pembangunan pipa gas demi menjamin produksi industri midstream.