Menghadapi era ketidakpastian di industri migas global saat ini, Pertamina membutuhkan kepemimpinan yang mempunyai kompetensi mumpuni sehingga mampu membawa BUMN ini menjadi perusahaan yang disegani di dunia.
“Permasalahannya kelas dunia, untuk itu perlu leader di Pertamina yang bisa melihat teknologi yang dibutuhkan untuk mengatasinya. Leader-nya memang perlu mengetahui politik, tapi juga harus menguasai teknologi yang dibutuhkan,” kata Tutuka Ariadji, Guru Besar Teknik Perminyakan Institut Teknologi Bandung dalam diskusi daring di Jakarta, Kamis.
Ia mengatakan PT Pertamina (Persero) saat ini memegang peranan penting di sektor hulu migas nasional. Apalagi pada 2021 akan mengelola Blok Rokan, kontributor produksi nomor dua terbesar minyak nasional setelah Blok Cepu. Pertamina akan menghadapi permasalahan teknis kelas dunia seiring masuknya Blok Rokan. Pasalnya, Lapangan Minas memiliki permasalahan teknis kelas dunia.
Tutuka menegaskan pimpinan yang dibutuhkan Pertamina adalah yang bisa membawanya menjadi perusahaan kelas dunia karena masalah yang dihadapi juga kelas dunia.
“Kalau dari sisi manusia Indonesia saya yakin punya reputasi yang baik, sekarang masalahnya di manajemen,” kata Tutuka dalam diskusi bertajuk Peran Kepemimpinan KKKS Menghadapi Era Normal Baru.
Sementara itu Direktur ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro menambahkan Pertamina membutuhkan sosok yang unik, tidak hanya pintar tapi juga mengerti. Salah satu standar utama adalah kompetensi yang mumpuni dan harus bisa diterima dan berkomunikasi dengan banyak pihak.
“Paling tidak bisa berkomunikasi dengan Kementerian ESDM, BUMN, Keuangan dan yang lebih unik bisa komunikasi dengan DPR,” kata Komaidi.
Menurut Julius Wiranto, Deputi Operasi SKK Migas, pimpinan di hulu migas termasuk di Pertamina, tidak hanya harus mengerti soal teknis, tapi juga kemampuan adaptif dalam suatu kasus. Tidak hanya mementingkan sektor saja, tapi harus melihat lebih luas lagi.
“Butuh sosok yang bisa melihat jangka panjang. Lebih makro akan lebih survive. Jadi harus mempunyai kemampuan prediksi ke depan,” katanya.
Menurut Julius, Pertamina memiliki banyak anak usahanya, yang sebagian pimpinannya akan memasuki masa pensiun. Namun usia pensiun tidak berarti tidak produktif lagi. “Kita harusnya trust pada next generation. Itu yang diperlukan ke depan. Yang masuk masa pensiun itu tetap dibutuhkan, khususnya dalam memberikan saran-saran,” kata Julius.
Dia menambahkan Pertamina merupakan perusahaan besar dan BUMN. Semakin tinggi posisi, CEO atau direksi harus punya wawasan yang lebih luas, tidak hanya teknis saja. Karena mau tidak mau berhubungan dengan nonteknis.
“Idealisme yang kuat di teknis bisa terkalahkan dengan soal lain. Untuk itu harus berani. Pertamina itu plat merah, kalau terlalu idealis, bisa mati juga. Jadi leader di Pertamina tidak hanya harus pintar, tapi pintar-pintar,” kata Julius.
Seperti diketahui, Kementerian BUMN merencanakan RUPS Pertamina yang hingga kini belum terang kepastiannya, kendati awalnya disebut-sebut pada 10 Juni 2020. Selain itu, beberapa dirut anak usaha hulu Pertamina akan memasuki pensiun yaitu Dirut PT Pertamina EP Cepu Jamsaton Nababan, Direktur Utama PT Pertamina Hulu Indonesia Bambang Manumayoso, dan Direktur Utama PT Pertamina International EP Deni S Tampubolon.
Adapun Direktur Utama PT Pertamina EP Nanang Abdul Manaf telah pensiun per 22 Mei lalu. Terkait dengan rencana RUPS PT Pertamina (Persero), harus dijadikan momentum untuk memilih figur baru direktur hulu Pertamina. Apalagi industri migas saat ini menghadapi triple shock. Nanang dinilai mampu memenuhi kriteria pimpinan perusahaan di hulu dengan mempertimbangkan segala aspek seperti tertuang dalam Permen BUMN Nomor PER-OS/MBU/02/2015, yaitu latar belakang pendidikan yang sesuai dan diperlukan hulu, berpengalaman kerja di dalam dan luar negeri, hingga penugasan ke Libya pada 2014.
Prestasi lain di bidang korporasi, pemahaman terhadap isu-isu strategis dalam proses bisnis migas dari hulu ke hilir, berperilaku yang baik, berdedikasi yang tinggi untuk tercapainya visi dalam industri energi dunia. Nanang juga dinilai figur yang komit melaksanakan tata nilai fundamental Pertamina (6C) untuk memegang teguh aspek clean, yaitu pimpinan Pertamina yang tercatat bersih dari segala macam track record negatif yang bisa menyebabkan hal kontraproduktif bagi korporasi.