Media sosial menurut wikipedia adalah media daring yang digunakan satu sama lain yang para penggunanya bisa dengan mudah berpartisipasi, berinteraksi, berbagi tanpa dibatasi ruang dan waktu. Tentunya beragamnya jumlah pengguna media sosial menimbulkan tantangan yang juga cukup besar.
Menurut data survei dari total 274,9 juta jiwa penduduk Indonesiia ada 60% lebih yang menggunakan medsos. Artinya orang indonesia bukan awam lagi dengan media sosial. Media sosial yang paling banyak dipakai yaitu YouTube 93.8%, WhatsApp 87.7%, Instagram 86.6%, Facebook 85.5% dan Twitter 63.6% dengan penggunaan rata-rata aktif 3,5 jam perhari.
Dalam Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 wilayah Kota Bandung, Jawa Barat, Rabu (16/6/2021) Konten Kreator Steve Pattinama menjelaskan tentang media sosial sebagai sarana dalam demokrasi dan toleransi. Demokrasi adalah format pemerintahan dimana tiap-tiap warga negara mempunyai hak yang setara dan juga seimbang mengenai penentuan dan juga pemilihan suatu keputusan yang nantinya akan memunculkan dampak di dalam kehidupan rakyat atau warga negara.
“Dengan demokrasi di media sosial, orang awam makin terbuka dengan kinerja pemerintah. Masyarakat bisa dengan mudah mengakses seluruh informasi yang dibutuhkan. Terlepas ada pihak yang juga menyalahgunakan media sosial namun masyarakat dan pemerintah bisa saling bersinergi,” ujar Steve.
Sementara itu toleransi secara garis besar adalah sikap saling menghargai pendapat, pandangan dan kepercayaan sesama manusia. Melalui media sosial semua orang bisa punya hak yang sama untuk mengungkapkan pendapat dan opini masing-masing. Media sosial jadi sarana penghubung perbedaan tersebut, sarana kita bisa melihat dunia yang belum pernah kita lihat sebelumnya. Selama kita bisa menggunakan dengan bijak untuk tujuan yang positif.
Steve pun berpesan ada tiga hal sederhana yang bisa dilakukan agar media sosial kita bisa digunakan sebagai sarana demokrasi dan toleransi yang positif. Pertama waspada dengan hoaks atau isu SARA. Karena teknologi makin berkembang maka akan sangat banyak sumber berita yang kita baca, tapi tidak semua memberitakan kebenaran.
Kedua jangan sembarangan membagikan postingan. Tabiat orang Indonesia itu ketika membaca satu berita yang dianggap wah, pasti ingin jadi orang pertama yang menyebarkan. Sebelum itu cari tau dulu benar atau tidak. Kini sudah ada UU ITE yang mengatur semuanya, salah-salah bisa dipenjara.
“Ketiga terus bagikan hal atau berita positif. Karena makin banyak hoaks beredar, makin banyak berita negatif, kita harus rajin memposting berita positif. Tujuannya agar berita negatif itu hilang dengan sendirinya. Ibarat gelas kalau sering diisi hoaks maka akan kotor namun jika terus kita tuang dengan air bersih nantinya lama-lama yang buruk hilang dalam gelas,” tuturnya.
Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) bersama Siberkreasi di wilayah Kota Bandung, Jawa Barat, Rabu (16/6/2021) ini juga menghadirkan pembicara Rifky Indrawan (Ketua Relawan TIK Lampung dan Web Developer), Annisa Junaidi (Co-Founder Oase Academy), Andhika Zakky (SEJIWA Program Coordinator) dan Key Opinion Leader Yohana Djong.
Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital merupakan rangkaian panjang kegiatan webinar di seluruh penjuru Indonesia. Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada tahun 2024.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program Literasi Digital di 34 Provinsi dan 514 Kabupaten dengan 4 pilar utama. Di antaranya Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.