Dunia maya dan media membantu manusia dalam menjalin hubungan dan berkolaborasi. Teknologi internet berkembang semakin pesat, sehingga pertukaran informasi di segala bidang menjadi semakin cepat, apalagi sekarang setiap orang bisa dengan mudah mengupdate berita lewat ponsel pribadi.
“Internet dan media sosial bisa dijadikan alat untuk melakukan tindakan kejahatan, penipuan, terorisme, eksploitasi anak online sampai penyebaran ujaran kebencian yang berpotensi SARA,” Kata Pipit Djatma, Fundraiser Consultant & Psychososial Actvist IBU Foundation saat webinar Literasi Digital wilayah Kota Bogor, Jawa Barat, pada Kamis (16/9/2021).
Dia pun memaparkan motif orang melakukan ujaran kebencian, yakni karena faktor di dalam diri seperti tidak bisa menanggapi dengan baik perbedaan pendapat. Lalu tidak menyukai sesuatu dan ditunjukan di media sosial, serta pengungkapan emosi yang tak terkontrol. Adapun faktor dari luar diri biasanya terpengaruh dari lingkungan pertemanan dan komunitas.
Pipit mengungkapkan, masyarakat pun perlu memahami tentang konsep negara Indonesia yang multikultural dengan keragamannya dari suku bangsa serta agama. Ruang digital dan media sosial dengan 202,6 juta pengguna di Indonesia membutuhkan sikap toleransi serta menghargai perbedaan. Sebab mekipun tak terbatas, penggunanya tetap memikiki etika berinternet dan di Indonesia halnyersebut diatur dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
“Berinteraksi atau berkolaborasi pada hal-hal yang positif. Menjadi diri sendiri, tidak memaki maupun provokasi saat menyampaikan kritik. Perlunya menghargai perbedaan, cek dan ricek kebenaran berita atau situs yang dibuka serta menjaga netiket,” kata Pipit.
Di webinar kali ini hadir pula nara sumber lainnya yaitu Indra Brasco, seorang DadPreneur, Heni Hasanah, seorang Praktisi Pendidikan dan Taufik Hidayat, Kepala UPT IT & Dosen Fakultas Teknik Universitas Syekh Yusuf.