Interaksi di ruang digital memiliki karakteristik borderless, siapa saja bisa masuk di dalamnya tak kenal usia, pekerjaan dan pendidikan dan di mana wilayahnya. Seluruh informasi yang ada di internet juga bisa terhubung dan diakses oleh siapa pun dan kapan pun, pertukaran informasi terjadi secara cepat sehingga tentunya setiap penggun mesti kritis dan diwaspadai adanya ancaman keamanan digital.
“Belajar dari realitas kehidupan nyata kita maka di ruang digital ini kita bertemu dengan banyak pengguna dari luar Indonesia, Sabang sampai Merauke. Sehingga terjadilah pertemuan budaya, jadi kita bisa melihat budaya lain dan meningkatkan toleransi kita terhadap perbedaan,” kata Dessy Natalia, Assistant Lecture & Industrial Placement Staff UBM saat webinar Literasi Digital wilayah Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, pada Kamis (16/9/2021).
Dengan mengetahui dan memahami adanya keberagaman, maka setiap orang pun akhirnya bisa memaklumi dan bertoleransi sehingga tidak menjadikan perbedaan itu batasan tapi justru jadi pelengkap. Namun tentunya sebagai orang Indonesia jangan sampai akhirnya lebih cenderung belajar budaya asing dibanding kebudayaan negeri sendiri. Sebab budaya sebagai cara hidup yang diwariskan dari generasi ke generasi perlu diteruskan kepada generasi selanjutnya. Jika tidak, maka generasi selanjutnya akan kehilangan identitasnya sehingga menjadi penting untuk mengenal budaya sendiri.
Indonesia merupakan negara majemuk, multikultural dan demokratis. Dengan jumlah penduduk 268 juta jiwa, memiliki 1331 suku bangsa, 716 bahasa daerah, 6 agama dan 245 kepercayaan. Bahkan dengan jumlah bahasa, Indonesia merupakan nomor 2 negara yang mempunyai bahasa terbanyak setelah Papua Nugini. Keberagaman ini bisa dilihat dari adat istiadat, berupa tarian, pakaian, alat musik, senjata, hingga makanan khas daerah yang menjadi daya tarik untuk wisatawan datang, belum lagi wisata alamnya yang juga indah dan beragam.
Selain kekayaan budaya, Indonesia juga memiliki nilai Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika yang di ruang digital jika diaplikasikan tentunya akan menjadi cinta kasih, menghargai agama dan hak beribadah orang lain. Kesetaraan, keharmonisan yang mengutamakan persatuan di atas kepentingan pribadi, kebebasan yang demokratis dalam hal berekspresi namun tetap menghargai orang lain di ruang digital dengan perbedaan pendapatnya, serta Indonesia juga terkenal akan budaya gotong royongnya.
“Dampak rendahnya pemahaman atas nilai Pancasila dan Bhinek Tungga Ika, masyarakat akan mudah percaya hoaks, mudah terjadinya perpecahan, dan mudah termakan isu terorisme dan radikalisme,” tuturnya.
Sebagai pengguna digital yang bertanggung jawab dan memiliki nilai-nilai budi pekerti dan budaya Indonesia, pengguna hendaknya tidak memproduksi konten atau indormasi yang tidak benar. Mengetahui untuk memproduksi konten-konten positif, sert berpartisipasi dan kolaborasi dalam aktivitas atau komunitas digital positif.
Di webinar kali ini hadir pula nara sumber lainnya yaitu Maria Ivana, seorang Graphic Designer, Intan Maharani, COO PositiVibe, Fiona Damanik, Psikolog dan Konseler dari Universitas Multimedia Nusantara.