Di setiap platform media digital ada panduan komunitas untuk mengatur penggunanya. Di Indonesia sendiri sudah menyampaikan beberapa standar-standar seperti tindak kekerasan dan kriminal kedua keamanan, ketiga konten yang menyinggung kemudian integritas dan menghormati kekayaan intelektual
Selain di Facebook juga ada komunitas di YouTube, kita bisa lihat ada konten seksual atau ketelanjangan konten yang merugikan atau berbahaya. Konten yang mengandung kekerasan atau pelecehan serta ancaman-ancaman, keselamatan anak, pencurian dan kejahatan lainnya.
Zen Munawar, dosen Politeknik LP3I Bandung dan pengurus APTIKOM Jawa Barat mengatakan, apabila kita mendapatkan hal tersebut dapat langsung melakukan dengan cara melaporkan informasikan kepada pihak Facebook. Hal-hal yang terkait dengan etika digital juga diatur oleh agama.
Jika masyarakat Indonesia yang muslim dapat melihat sendiri, Majelis Ulama Indonesia menyampaikan No. 24 tahun 2017 menyampaikan hukum tentang pedoman bermuamalah melalui media sosial.
Setiap muslim yang belum paham mengenai media sosia, diharamkan untuk melakukan ghibah, fitnah, namimah dan penyebaran permusuhan dengan melakukan ujian dan permusuhan atas dasar suku, agama, ras atau antargolongan kemudian menyebarkan hoax serta informasi bohong meskipun dengan tujuan baik. Seperti info tentang kematian yang sebagian orang yang ternyata masih hidup
“Kemudian menyebarkan materi pornografi kemaksiatan yang segala hal yang terlarang. Menyebarkan konten yang benar tetapi tidak sesuai tempat atau waktunya. Panduan bermedia sosial yang pertama dalam berteman kita bisa melihat beberapa teman yang ada di dunia maya kita lebih baik selektif. Hindari mengumbar kehidupan pribadi kalau bisa kita paham media sosial bukan ruang pameran. Semua foto harus yang informatif, atur akun media sosial, bagikan secara santun, wartakan yang damai, tampilkan karya positif,” ungkapnya saat menjadi pembicara dalam webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 di Kabupaten Karawang, Jawa Barat, Rabu (24/11/202).
Kemudian cara bijak dalam menggunakan media sosial, menerapkan etika dalam berkomunikasi. Hampir semua kalangan menggunakan media sosial, maka dari itu berhati-hati untuk berkomentar. Penyebaran konten yang berbau SARA, pornografi dan kekerasan walaupun banyak di luar sana orang yang menyebarkan hasil ini.
Namun jika kita terganggu melihatnya, lebih baik kita blokir untuk akun tersebut. Kemudian kroscek kebenaran berita, periksa kembali informasi yang kita terima. Pastikan berasal dari mana sumber tersebut hal ini dikarenakan banyak berita hoaks yang tersebar di mana-mana.
Hal lain lagi ialah etika digital mengatur soal menghargai hasil karya orang lain karena hasil karya orang lain itu sama dengan mengapresiasi harga karya orang lain. “Dengan begitu kita membantu orang lain untuk bersemangat berkarya pada diri. Dengan begitu ketika kita memiliki karya orang juga akan menghargai dan kita akan terus berkarya,” jelasnya.
Para pengguna internet juga harus berhati-hati dalam memberikan informasi pribadi. Jangan memberikan informasi pribadi di akun media sosial, mempublikasikan informasi pribadi karena hal ini akan membahayakan diri kita sendiri keluarga dan teman tentunya. Karena kejahatan dapat terjadi di mana saja dan kapan saja. Hati-hati dengan informasi, kita sudah ada di era semua serba diatur oleh hukum.
Ada UU informasi dan transaksi elektronik ajangan Sampai kita melanggar kesusilaan, perjudian, penghinaan ini ada pada pasal 27. Kemudian ancaman kekerasan pribadi pasal 29 yang dapat menimbulkan rasa kebencian permusuhan.
Webinar juga menghadirkan pembicara, Laura Ajawaila (Psikolog), Bambang Iman Santoso (CEO Neuronesia Learning Center), Andi Astrid Kaulika (Konten Kreator dan Entrepreneur), dan Martin Kax sebagai Key Opinion Leader.