Etika merupakan tingkah laku, watak atau karakter seseorang maka jika dikaitkan dengan dunia digital dapat dimaknai sebagai tata krama dalam memanfaatkan sistem digital untuk berbagai keperluan dan kepentingannya. Salah satunya adalah untuk mempermudah pekerjaan dari manusia, maka itu akan terwujud manakala disertai dengan etika digital yang baik.
Biri Rachman, wakil kepala sekolah SDIT Al-Hidayah Logam Kota Bandung mengatakan, akan menjadi bencana bagi manusia yang menggunakannya kalau tidak disertai dengan etika. Dia menganalogikan dengan seseorang yang hendak masuk rumah orang lain dalam dunia nyata, kita mengenal ada etika di dalam berperilaku salah satunya adalah ketika berhubungan dengan orang lain.
Termasuk ketika kita bertamu atau mengunjungi rumah seseorang itu ada etikanya. Contohnya, kita tidak menggunakan suara yang terlalu keras yang dapat mengakibatkan orang lain terganggu. Kalau kita mau masuk ke rumah seseorang, kita mengucapkan permisi sambil mengetuk pintu tapi tidak dengan suara terlalu keras.
Bahkan ada adab mengunjungi seseorang termasuk juga waktu berkunjung, dianjurkan untuk tidak berkunjung ke rumah seseorang di beberapa waktu. Misalnya, waktu sebelum subuh atau misalnya di tengah hari karena siang hari adalah waktunya beristirahat dan juga waktu malam hari ketika tentu saja orang-orang ada di rumah itu sedang beristirahat sedang berkumpul dengan keluarga.
Contoh etika dalam kehidupan nyata termasuk juga di dalam dunia digital terutama di media sosial tentu ada etika-etikanya. Etika digital itu sangt penting, karena dunia digital itu adalah extensive reality atau kepanjangan dari realitas.
“Artinya setiap yang kita lakukan di dunia nyata itu akan berdampak kepada dunia digital begitu jug sebaliknya. Apa yang kita lakukan di dunia digital pun akan berdampak di dunia nyata. Misalnya kalau kita melakukan suatu kejahatan di dunia maya, kita melakukan penipuan atau kita menyebarkan hoax mungkin kelakuan kita terjadi di dunia digital. Tetapi dampaknya akan terjadi di dunia nyata, kita bisa terciduk oleh polisi virtual,” jelasnya dalam webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 di wilayah Kota Bandung, Jawa Barat, Rabu (24/11/2021).
Jika melakukan kejahatan di dunia nyata maka media sosial kita pun pasti akan banyak orang-orang yang mencela, mem-bully dan sebagainya. Artinya etika di dalam dunia digital itu diperlukan karena sangat berkaitan erat dengan dunia nyata kita.
Alasan kedua kita harus beretika di dunia digital karena jejak digital itu permanen. Kalau misalnya kita sedang marah atau kesal dengan seseorang kemudian kita update status dengan kata kata kasar yang menyerang. Beberapa waktu kemudian kita berbaikan, apa yang sudah kita ucapkan di status itu akan tetap ada, meskipun sudah dihapus bisa saja ada orang yang sudah menangkap layar. Ada bukti kita pernah menjelek-jelekkan seseorang.
Hidup dengan perbedaan di dalam masyarakat harus selalu dijaga. Jangan sampai segala perbedaan malah jadi pemicu konflik. Di kehidupan nyata saja dengan terbatas ruang dan waktu kita sebisa mungkin menjaga untuk selalu bersatu. Apalagi dunia digital yang tidak terbatas ruang dan waktu, kita bisa berhubungan dengan orang-orang yang ada di luar negeri dalam waktu yang sama.
Makanya perbedaan adalah sebuah keniscayaan ketika kita melihat ada orang lain yang berbeda maka kita harus menghargai perbedaan tersebut. Ketika kita sudah menghargai perbedaan, akan muncul dalam diri kita rasa tenggang rasa.
“Kita berbuat baik kepada orang lain dan tidak mengganggu orang lain karena kita sadar banyak perbedaan di antara kita. Maka kita akan saling menghormati dan kita tidak akan mencederai perbedaan tersebut. Saling menghormati mereka yang berbeda agama, kita mempermudah mereka beribadah ketika di ruang digital pun demikian. Dia bebas membagikan apapun soal agamanya,” jelasnya.
Beretika digital lainnya ialah menghargai karya milik orang lain. Jangan kita membajak, jika ingin menggunakan hasil karya seseorang, wajib untuk meminta izin dan mencantumkan nama pembuatnya. Kita hanya sekadar membagikan ulang bukan pembuatnya jangan sampai kita mengakui itu milik kita. Saat mengerjakan tugas pun demikian pendapat orang sebaiknya kita tulis itu hasil pendapat siapa.
Tidak perlu malu untuk menyebutkan sumber, jangan sampai kita ketahuan membajak karya orang atau mengambil hak cipta orang lain. Selain tidak etis juga akan melanggar UU kekayaan intelektual.
Webinar juga menghadirkan pembicara, Sisi Suhardjo (Praktisi Humas), Ismita Saputri (Entrepreneur dan Podcaster), Arief Sulianto (dosen Universitas Langlangbuana), dan Carissa Muhammartha sebagai Key Opinion Leader.