Kejahatan digital dibagi menjadi empat yakni pembobolan, penipuan atau pencurian, pornografi dan kekerasan. Keempat kejahatan tersebut yang paling sering terjadi sehingga kita dapat mempelajari modus serta cara menghindarinya.
Felix Kusmanto, peneliti SDM yang juga dosen ini menjelaskan, pembobolan ini dapat terjadi pada akun media sosial kita hingga akses ke layanan keuangan seperti dompet digital hingga marketplace. Para penjahat digital ini masuk ke sistem tanpa izin atau melakukan hacking. Ibarat perampok yang ingin masuk ke rumah. Mereka akan mendobrak pintu atau punya kunci duplikat. Di dunia online modusnya dengan spam yang menyebar link berupa virus bisa juga menata-matai.
Kemudian penipuan dan pencurian para penjahat digital mereka mencuri identitas kita nama panjang, nama ibu kandung, nomor telepon, alamat. Data pribadi yang penting yang biasa untuk verifikasi di bank. Data pribadi itu juga terkadang menjadi ancaman untuk tabungan kita akun belanja dan sering kali juga untuk pemerasan.
“Kejahatan lain yakni pornografi berasal dari orang yang bersangkutan sendiri atau kelalaian dia menyimpan foto pribadi. Foto dan video asusila akan dijualbelikan di situs porno. Bisa juga dikirimkan oleh seseorang yang ingin menjatuhkan nama baik,” ungkpanya dalam webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 di wilayah Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Rabu (24/11/2021).
Akibat over posting dan overexpose mengenai diri sendiri, tidak sadar membuka data pribadi. Sehingga oknum membuat profiling mengenai diri kita hanya berasal dari setiap postingan di media sosial.
Kejahatan digital lain yakni kekerasan seperti pelecehan, perundungan, penguntit, menyerang. Hal ini juga termasuk konten negatif di media digital, bagaimana perundungan dan ujaran kebencian berupa kata-kata kasar dapat membuat situasi ruang digital menjadi tidak nyaman. Kejahatan-kejahatan digital itu pun memiliki motif tersendiri.
Tentu dilihat dari faktor ekonomi ingin mendapatkan uang dengan cara instan. Kemudian membuat pernyataan atas sikap atau perannya selama ini. Misalnya ketika seseorang melakukan perundungan dia seolah ingin menegaskan kekuatan yang dimilikinya. Sebab, biasanya ingin menunjukan kepada mereka yang lebih lemah daripada dia.
Motif lain yakni ingin membuat kekacauan seperti menyebarkan hoaks. Hoaks itu sudah menjadi bentuk dari kejahatan bagaimana akibat berita bohong, orang-orang akan saling mencurigai, timbul perselisihan dan berkakhir dengan perpecahan. Motor terakhir yakni frustasi, akibat situasi keuangan yang tidak kunjung membaik membuat seseorang dapat dengan mudah hilang kesadarannya hingga berbuat jahat.
Kemudian, langkah pencegahan dari para pengguna internet ini ialah sikap SIP siaga. Felix menyingktanya dengan SIP yakni Sikap, Infrastruktur dan Perilaku.
“Sikap yang selalu waspada, dunia digital itu tidak aman, dunia digital cerminan dunia offline jadi ketika ada kejahatan di dunia offline modusnya kan sebelah bersama di dunia online. Selalu menyadari aplikasi yang bayar saja belum tentu aman apalagi yang gratis yang setiap hari kita gunakan,” jelasnya.
Kemudian secara infrastruktur pastikan software dan sistem operasi terus ter-update kemudian gunakan anti-virus yang kredibel dan terupdate. Jika perlu gunakan fitur parental control. Selanjutnya perilaku, ubah perilaku kita agar tetap aman di dunia digital. Caranya kita menjadi lebih bijak dalam membagikan hal-hal yang bersifat personal di media digital.
Gunakan password yang kuat dan aktifkan 2 langkah verifikasi selalu berhati-hati dengan email spam dan link-link yang tidak jelas tidak perlu dibuka. Perilaku lain yang menyangkut berita bohong karena itu juga akan mengakibatkan dampak buruk maka selalu melakukan konfirmasi sebelum menerima atau menyebarkan informasi, tanya langsung kepada pihak terkait termasuk mencari fakta sebenarnya dari informasi yang kita dapat.
Webinar juga menghadirkan pembicara, Byarlina Gyamitri (Konsultan SDM), Rabindra Soewardana (Direktur Radio Oz Bali), Akhmad Rofahan (Ketua RTIK Cirebon), dan Winda Ribka sebagai Key Opinion Leader.