Setiap daerah memiliki berbagai potensi untuk lebih maju. Potensi-potensi ini meliputi sumber daya alam, pariwisata, seni dan budaya, industri, dan pertanian. Apalagi di zaman canggih serba digital seperti sekarang, memajukan dan mengenalkan desa sangat mudah dilakukan melalui pemanfaatan teknologi.
Supaya desa-desa kita menjadi lebih maju dan dijadikan destinasi wisata. Muhammad Arifin, Ketua Komunikasi Publik Relawan TIK Indonesia menyampaikan kategori desa wisata di era ini sangat sederhana, yakni instagramable di mana desa memiliki spot foto bagus agar bisa diposting di media sosial. Namun, hal yang terpenting ialah sinergi dan kolaborasi dalam mendirikan desa wisata tersebut.
“Desa wisata bisa menjadi alternatif liburan bagi masyarakat lokal setempat. Kalau ini dilakukan perputaran ekonomi masyarakay desa pun jadi jalan,” ungkap Arifin sebagai pembicara dalam webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 di Kabupaten Subang, Jawa Barat, Rabu (24/11/2021).
Di samping itu, desa wisata dapat meningkatkan penghasilan desa dan membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Dampak positifnya, desa bisa menjadi desa mandiri karena telah memiliki penghasilan. Memanfaatkan platform-platform yang ada sebagai media promosi desa wisata. Kita bisa memakai website, media sosial, dan YouTube.
“Beberapa desa yang sudah maju dan berkembang memiliki logonya sendiri. Ada di undang-undangnya bahwa desa itu memiliki kewajiban untuk membangun branding,” jelasnya.
Untuk membangun brand digital desa wisata, gunakan akun resmi dan logo desa. Logo-logo pun tidak perlu dibuat rumit yang penting memiliki makna. Buat tata kelola konten untuk media sosial desa wisata. Tag lokasi dan daftarkan di Google Bisnis agar wisatawan mudah menemukannya.Ia menyampaikan, di beberapa daerah di Indonesia telah ada desa yang menerapkan tiket dan pembayaran digital sebagai syarat masuk desa wisata. Kita juga bisa memasukkan desa wisata ke agen travel agar bisa direkomendasikan.
Webinar juga menghadirkan pembicara, Littani Wattimena (Brand & Communication Strategist), Tetty Kadi (DPR RI 2009-2014), Yoseph Hendrik (Dosen Informasi & Teknologi Sekolah Tinggi Tarakanita), dan Onayah Chairunnisa sebagai Key Opinion Leader.