Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, mengungkapkan rencana pemerintah untuk membangun industri Liquefied Petroleum Gas (LPG) di dalam negeri guna mengurangi ketergantungan pada impor. Menurut Bahlil, langkah ini penting untuk menjaga keseimbangan ekonomi serta mengurangi defisit neraca perdagangan dan devisa negara.
“Khusus untuk LPG, ke depan kita akan membangun industri LPG di dalam negeri, dengan memanfaatkan potensi C3 (propane) dan C4 (butana). Ini harus kita bangun supaya mengurangi impor,” ujar Bahlil dalam acara Detikcom Leaders Forum di Jakarta.
Bahlil mengungkapkan bahwa Indonesia saat ini mengeluarkan devisa yang signifikan untuk impor LPG, dengan sekitar Rp450 triliun dikeluarkan setiap tahun untuk membeli minyak dan gas, termasuk LPG. “Ini berdampak langsung pada neraca perdagangan dan pembayaran negara,” tambahnya, sambil menekankan bahwa pembangunan industri domestik adalah solusi tepat untuk mengurangi beban ini.
Selain itu, Bahlil juga menyoroti pentingnya pengembangan jaringan gas rumah tangga sebagai bagian dari upaya pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Ia menjelaskan bahwa pemerintah tengah membangun pipa gas dari Aceh hingga Pulau Jawa.
“Ini sebagai instrumen agar gas kita di Jawa yang lebih banyak bisa dikirim ke Aceh atau Sumatera, dan sebaliknya,” jelas Bahlil.
Untuk mendorong investasi di sektor hulu migas, Bahlil menegaskan bahwa pemerintah sedang merumuskan langkah komprehensif yang mencakup penyederhanaan regulasi perizinan. “Perizinan kita terlalu banyak, ada lebih dari 300 izin. Ini akan kita pangkas,” tegasnya.
Bahlil juga menekankan pentingnya memberikan insentif menarik bagi investor di sektor hulu migas. Ia menyebutkan bahwa persaingan global dalam menarik Foreign Direct Investment (FDI) semakin ketat. “Kita akan memperhatikan sweetener-sweetener yang mumpuni untuk menawarkan kepada investor, dan kita juga akan berdiskusi dengan K3S untuk berbagi masalah dan pendapatan,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Bahlil menjelaskan bahwa pemerintah, melalui Kementerian ESDM, terus meningkatkan pengawasan dan pendistribusian ulang LPG Tabung 3 kg, yang merupakan barang subsidi. Hal ini dilakukan agar LPG tersebut tepat sasaran dan dinikmati oleh masyarakat yang berhak.
“LPG Tabung 3 kg adalah barang penting yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2020 tentang perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2015,” ujarnya.
Untuk memastikan hal tersebut, Kementerian ESDM bersama Ombudsman Republik Indonesia dan PT Pertamina (Persero) melakukan monitoring serta evaluasi terhadap penyediaan dan pendistribusian LPG Tabung 3 kg di Batam, Kepulauan Riau. Proses transformasi subsidi LPG ini telah dimulai sejak 1 Maret 2023 sebagai tindak lanjut dari Nota Keuangan Tahun Anggaran 2023, yang mengamanatkan transformasi subsidi LPG berbasis target penerima dan terintegrasi dengan program perlindungan sosial.
Anggota Ombudsman RI Sektor Perekonomian I, Yeka H. Fatika, menjelaskan pentingnya pengawasan atas program LPG ini. “LPG 3 kg adalah program penyelenggaraan publik yang disubsidi pemerintah untuk warga kurang mampu. Oleh karena itu, pelayanannya harus diawasi oleh Ombudsman,” ungkap Yeka.
Ia juga menambahkan, “Penyelenggaraan publiknya meliputi memastikan kualitas LPG dalam tabung sesuai spesifikasi, berat isi tabung sesuai ketentuan, dan harga LPG yang sesuai dengan peraturan.”