Jakarta, 19 Maret 2025 – Pasar saham Indonesia mengalami goncangan besar setelah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok lebih dari 5% dalam satu hari, memicu penghentian sementara perdagangan atau trading halt. Menyikapi krisis ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengambil langkah cepat dengan mengizinkan perusahaan terbuka melakukan buyback saham tanpa perlu menggelar Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Kebijakan ini diharapkan mampu meredam kepanikan dan menstabilkan harga saham di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Keputusan ini diambil setelah tekanan besar yang terjadi di pasar modal sejak 19 September 2024, dengan IHSG terus mengalami penurunan drastis. Hingga 18 Maret 2025, indeks telah merosot 1.682 poin atau setara dengan minus 21,28% dari posisi tertingginya sepanjang tahun.
“Dengan kondisi pasar yang sangat fluktuatif, OJK menetapkan status kondisi lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf g POJK Nomor 13 Tahun 2023 sebagai kondisi pasar yang berfluktuasi secara signifikan,” ujar Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi, dalam keterangannya di Jakarta, kemarin.
Buyback Saham Tanpa RUPS: Langkah Darurat untuk Stabilitas Pasar
Surat resmi OJK yang diterbitkan pada 18 Maret 2025 mengonfirmasi bahwa kebijakan ini telah dikomunikasikan kepada seluruh direksi perusahaan terbuka. OJK berharap langkah ini dapat meningkatkan kepercayaan investor, mengurangi tekanan di pasar modal, serta memberikan fleksibilitas bagi emiten untuk menstabilkan harga saham mereka.
Sesuai dengan Pasal 7 POJK 13/2023, perusahaan terbuka dapat melakukan buyback saham tanpa perlu mengajukan persetujuan dari RUPS apabila terjadi fluktuasi pasar yang signifikan. Namun, buyback ini tetap harus memenuhi ketentuan dalam POJK Nomor 29 Tahun 2023 tentang Pembelian Kembali Saham oleh Perusahaan Terbuka.
Mekanisme buyback ini diharapkan bisa memberikan dorongan positif bagi saham-saham yang terdampak tekanan jual berlebihan akibat kepanikan investor. Kondisi pasar yang berfluktuasi secara signifikan ini akan berlaku selama enam bulan sejak tanggal surat OJK, sehingga perusahaan memiliki cukup waktu untuk merancang strategi buyback mereka.
Buyback Saham: Upaya Redam Krisis yang Pernah Diterapkan di Masa Pandemi
Opsi buyback saham tanpa RUPS bukanlah kebijakan baru. OJK sebelumnya telah menerapkan kebijakan serupa pada tahun 2020 saat pasar saham terguncang oleh pandemi Covid-19. Kala itu, langkah ini terbukti mampu menstabilkan harga saham dan memberikan kepercayaan lebih bagi investor.
“Opsi buyback ini merupakan salah satu kebijakan strategis OJK dalam sektor pasar modal. Ini memberikan fleksibilitas bagi emiten dalam menghadapi volatilitas tinggi sekaligus meningkatkan kepercayaan investor terhadap stabilitas pasar,” jelas Inarno.
Ia juga menambahkan bahwa porsi buyback yang diatur OJK tetap berada pada batas maksimal 20% dari total saham yang tercatat di bursa, seperti yang diterapkan saat pandemi.
Antusiasme Emiten, Banyak Perusahaan Siap Buyback Saham
Meski pasar masih bergejolak, optimisme tetap tinggi. Inarno mengungkapkan bahwa beberapa perusahaan terbuka telah menunjukkan minatnya untuk melakukan buyback. Menurutnya, banyak emiten yang sudah menyatakan kesiapannya, meskipun secara resmi mereka masih dalam proses pemberitahuan kepada OJK.
“Sejauh yang saya tahu, sudah ada beberapa perusahaan yang berencana melakukan buyback. Namun, secara formal mereka masih harus melaporkan rencana tersebut kepada kami,” ujar Inarno.
Dengan kebijakan ini, diharapkan IHSG dapat segera pulih dari tekanan jual yang ekstrem dan kembali ke jalur pemulihan