Manulife Investments memperkirakan bank sentral di sejumlah negara Asia, termasuk Indonesia, akan kembali memangkas suku bunga pada semester kedua 2025. Prediksi ini disampaikan oleh Head of Asia ex-Japan Fixed Income Manulife Investments, Murray Collins, sebagai respons terhadap kebijakan tarif resiprokal yang diberlakukan Amerika Serikat (AS) terhadap negara-negara mitra dagangnya.
Collins menjelaskan bahwa beberapa negara Asia seperti Indonesia, Korea Selatan, dan Filipina telah menurunkan suku bunga pada semester pertama tahun ini untuk menjaga inflasi dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Menurutnya, langkah serupa kemungkinan akan diambil kembali untuk menahan tekanan dari penurunan ekspor akibat tarif AS. “Kemungkinan suku bunga akan kembali diturunkan untuk mengimbangi dampak negatif terhadap ekspor,” ujarnya.
Ia menilai Indonesia dan Filipina menunjukkan ketahanan ekonomi yang kuat, didorong konsumsi domestik yang meningkat dalam beberapa bulan terakhir. Hal ini, katanya, memberikan ruang bagi bank sentral kedua negara tersebut untuk menjalankan kebijakan moneter yang lebih longgar demi menjaga stabilitas pertumbuhan.
Bank Indonesia sendiri telah dua kali memangkas suku bunga acuan (BI-Rate) pada tahun ini, masing-masing sebesar 25 basis poin (bps). Penurunan pertama dilakukan pada Januari menjadi 5,75 persen, dan kembali turun pada Mei menjadi 5,5 persen. Dalam rapat bersama Komisi XI DPR RI pekan lalu, Gubernur BI Perry Warjiyo mengisyaratkan bahwa masih ada ruang untuk pelonggaran lebih lanjut jika kondisi ekonomi memungkinkan.
Di sisi lain, Indonesia juga menghadapi tantangan dari kebijakan tarif resiprokal AS. Pemerintah Indonesia melalui Menko Perekonomian Airlangga Hartarto telah melakukan pertemuan dengan Menteri Perdagangan AS Howard Lutnick dan Ketua USTR Jamieson Greer untuk menindaklanjuti negosiasi tarif dagang.
Kebijakan tarif terbaru diumumkan langsung oleh Presiden AS Donald Trump melalui surat resmi kepada para pemimpin Indonesia, Bangladesh, Kamboja, dan Thailand. Dalam surat tersebut disebutkan bahwa AS akan menerapkan tarif baru terhadap ekspor dari negara-negara tersebut mulai 1 Agustus 2025.
Tarif baru yang dikenakan terhadap ekspor Indonesia mencapai 32 persen. Langkah ini dinilai dapat mempengaruhi daya saing produk ekspor nasional dan menekan kinerja neraca perdagangan pada semester kedua tahun ini.
Kondisi ini menjadi pertimbangan penting bagi otoritas moneter di kawasan Asia untuk menyesuaikan suku bunga demi menjaga stabilitas ekonomi domestik. Dengan dukungan konsumsi dalam negeri dan kebijakan yang akomodatif, Indonesia diharapkan tetap mampu menghadapi tekanan eksternal yang muncul akibat kebijakan tarif AS.