Suatu keniscayaan jika Indonesia bisa menjadi juara pertama sebagai destinasi wisata halal dunia sekaligus destinasi paling ramah terhadap wisatawan muslim. Hal ini disebabkan karena modal utamanya sudah dimiliki oleh Indonesia. Yaitu penduduk muslimnya terbanyak di dunia dan seluruh syarat yang ditentukan oleh Global Muslim Travel Index (GMTI) sudah ada semua di Indonesia.
Demikian ungkapan optimisme yang diucapkan oleh menteri Pariwisata Arief Yahya dalam peluncuran Indonesia Muslim Travel Index atau IMTI di Balairung Soesilo Soedarman, Gedung Sapta Pesona, Jakarta, Rabu, (13/2) lalu.
Demi mewujudkan target ini, Arief Yahya mengajak semua stakeholder pariwisata Indonesia untuk tidak takut dan tidak ragu mendeklarasikan dukungannya terhadap wisata halal ini. Karena menurutnya, semuanya ada di Indonesia. “ Sebagian besar daerah di Indonesia itu sudah memiliki wisata halal. Cuma mereka belum tahu cara mengemasnya saja,” kata Arief Yahya.
Data juga menunjukan jika pertumbuhan wisata halal sudah meningkat. “Ini didukung oleh pertumbuhan wisata halal kita tahun ini mencapai angka tertinggi sekitar 42 persen,” katanya.
Oleh karena itu, target kunjungan wisatawan “halal tourism” dunia ke Indonesia tahun ini didongkrak menjadi sebanyak 5 juta atau tumbuh 42 persen dari tahun lalu sebanyak 3,5 juta.
“Target 5 juta wisman halal tourism itu mencapai 25 persen dari target kunjungan 20 juta wisman pada tahun ini,” kata Arief Yahya.
Untuk mencapai itu, Kementerian Pariwisata menggunakan IMTI sebagai standar kerja pengembangan wisata halal Indonesia menuju ranking pertama GMTI 2019 yang akan diumumkan pada April 2019 besok. “Kita memiliki IMTI 2019 yang mengadopsi dari standar GMTI untuk memenangkan destinasi halal terbaik pada GMTI 2019,” kata Arief Yahya.
Kendala
Menurut Ketua Tim Percepatan Pengembangan Pariwisata Halal Kementerian Pariwisata, Anang Sutono, Indonesia, saat ini tingkat daya saing Indonesia versi GMTI telah mencapai peringkat ke-2 terbaik dunia bersama Uni Emirat Arab (skor 72,8 dari 100), meski masih di bawah Malaysia di peringkat pertama,” kata Anang.
Untuk mencapai juara pertama tinggal beberapa saja yang perlu dibenahi. Misalnya membumikan kembali legalisasi halal, misalnya tentang kuliner yang berhubungan dengan sertifikasi halal. Di Indonesia, wisata halal sejatinya sudah berjalan sejak lama. Contoh sederhana, menyediakan fasilitas musala yang nyaman di pusat-pusat perbelanjaan dan mencantumkan apakah sajian di rumah makan atau restoran termasuk halal atau tidak.
Jadi tinggal melakukan penegasan sekaligus menunjukan kepada dunia termasuk kepada panitia GMTI bahwa Indonesia sudah lengkap memenuhi sebagai juara pertama.
Hermawan