Diprediksi hingga akhir 2020 ini, Industri sudah masuk era digital. Bahkan bisnis baru pun sudah terbuka yaitu bisnis jasa keuangan berbasis teknologi fintech. Astra International pun masuk dunia digital dan merambah ke bisnis fintech.
Dalam era digitalisasi ini, lahirnya inovasi-inovasi terbaru berbasis teknologi semakin tak terbendung, tak terkecuali dalam bidang keuangan atau yang biasa disebut financial technology (fintech). Geliat sektor fintech di Indonesia telah merambah ke berbagai sektor, seperti startup pembayaran, peminjaman (lending), perencanaan keuangan (personal finance), investasi ritel, pembiayaan (crowdfunding), uang elektronik, dan lain-lain.
Era digitalisasi mengakibatkan berubahnya cara berpikir manusia, hidup, dan berhubungan satu dengan yang lain. Perubahan yang signifikan pada bidang teknologi, menyebabkan perubahan juga pada bidang lain seperti ekonomi, sosial, dan politik. Tentu hal ini juga akan memengaruhi perubahan kebutuhan SDM.
Era digital telah menggiring masyarakat kepada berbagai hal yang praktis dan tanpa batas, semua transaksi keuangan dilakukan melalui gadget seperti melakukan transfer dana, berinvestasi hingga memperoleh pembiayaan. Hal ini yang kita kenal dengan sebutan financial technologi atau FinTech. FinTech sendiri berarti teknologi dan inovasi baru yang dikembangkan untuk memperluas dan mempermudah akses masyarakat dengan layanan jasa keuangan.
Berdasarkan riset Mckinsey, guna mencapai sasaran tersebut, Indonesia membutuhkan 17 juta tenaga kerja yang ‘melek’ digital, dengan komposisi 30% di industri manufaktur dan 70% di industri penunjangnya.
Jika ini terealisasi, bukan tidak mungkin jika Indonesia bisa menambah pemasukan ekonomi hingga US$150 miliar.
PT Astra International Tbk adalah salah satu perusahaan raksasa di Indonsia yang kini sudah masuk tahap digitalisasi disemua lini. Hebatnya lagi semua anak usaha Astra sudah melakukan digitalisasi, lihat saja perusahaan sudah membuat aplikasi mobile. Seperti aplikasi Otocare dari Asuransi Astra atau aplikasi mobile milik Toyota-Astra Motor, Astra Daihatsu Motor, FIFGroup Mobile dan masih banyak lagi.
Puncaknya pada Awal Februari 2019, Astra langsung menginvestasikan dana sebesar 150 juta dolar AS atau sekitar Rp 2 triliun di Gojek yang dikenal sebagai perusahaan penyedia layanan on-demand berbasis aplikasi dan sudah masuk bisnis fintech. Di sinilah awal mula Astra masuk dunia fintech.
Walhasil, kolaborasi ini melahirkan satu perusahaan baru yang bernama PT Solusi Mobilitas Bangsa (SMB). Produk pertamannya adalah solusi mobilitas roda empat dengan merek Gofleet. Layanan ini diharapkan juga bisa meningkatkan kesejahteraan sektor informal yang ada.
Gofleet merupakan kolaborasi otomotif dengan teknologi. Gofleet memiliki keunggulan teknologi dari Gojek dan pengalaman Astra di industri otomotif. Kendaraan serta layanan perbaikan, perawatan, dan perlindungan asuransi yang disediakan oleh Gofleet bagi mitra driver memiliki kualitas sesuai standar Astra.
Menurut Suparno Direktur PT Astra International Tbk, di masa depan seluruh aplikasi mobile milik anak-anak usaha Astra ini akan berhubungan satu sama lain. Mereka tidak akan berdiri sendiri atau stand alone seperti sekarang.
“Simpelnya, ke depan akan saling nyambung. Misalnya, di aplikasi fitur jual-beli mobil bekas, bakal ada penawaran asuransi mobilnya dari Asuransi astra. Atau bisa juga penawaran dari Astra Credit Company/ACC berikut pembiayaannya. Jadi nanti akan nyambung semuanya,” ungkap Suparno.
Sesudah itu, Astra pun langsung melahirkan Perusahaan baru yang fokus bergerak dibidang fintech. Di bawah PT Asta Welab Digital Arta (AWDA), Astra menggandeng pemain fintech peer to peer (P2P) Lending asal Hong Kong Welab. Kini AWDA yang memilik produk yang bernanma MauCash ini, Nama produknya yang sudah terdaftar dan memiliki izin dari OJK.
Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tercatat bahwa hingga awal Oktober 2019 ini ada 127 perusahaan bisnis jasa keuangan berbasis teknologi (fintech) yang terdaftar dan berizin dari OJK. Dan dari total tersebut terdapat 39 financial technology (fintech) asing.
Lahirkan Perusahaan baru
Jika ditelisik lebih jauh lagi AWDA ternyata anak perusahaan PT Astra International Tbk dan jika melihat strateginya dengan membuat perusahaan khusus untuk menjalankan bisnis fintech adalah langkah yang tepat.
Bagi para start up untuk menjalankan budaya yang baru adalah sesuatu yang mudah. Karena mereka memang sejak lahir sudah menyesuaikan kondisinya. Tapi jika untuk Astra group yang notabenya perusahaan konvesional tentu saja perlu strategi khusus. Alih-alih ingin mengembangkan bisnis barunya, yang ada menjadi masalah baru bagi perusahaan ini.
Langkah Astra group dengan membuat AWDA patut dicontoh bagi perusahaan konvensional lainnya. Dan ini adalah cara level tertinggi diperusahaan yang bisa mengarahkan sumber daya manusia untuk masuk bisnis fintech maupun industri digitalisasi secara umum.
Lalu bagimana langkah selanjutnya ?
Jika dilihat perjalanan bisnis AWDA, Berikut cara-cara yang bisa ditiru oleh perusahaan lain untuk meningkatkan kualitas dalam menghadapi era digitalisasi: kunci pertama, mengadopsi alat-alat digital untuk membuat informasi lebih mudah diakses di seluruh organisasi, yang lebih dari dua kali lipat kemungkinan transformasi yang sukses.
Kedua, menerapkan teknologi digital untuk digunakan karyawan, mitra bisnis, atau kedua kelompok; keberhasilan transformasi dua kali lebih mungkin ketika organisasi melakukannya. Kunci ketiga, fokus pada teknologi dalam operasi perusahaan, adalah organisasi memodifikasi prosedur operasi standar mereka untuk memasukkan teknologi baru. Di luar faktor-faktor ini, peningkatan dalam pengambilan keputusan berbasis data dan penggunaan alat interaktif yang terlihat juga dapat lebih dari dua kali lipat kemungkinan keberhasilan transformasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberhasilan membutuhkan para pemimpin yang mengerti digital dan tenaga kerja dengan kemampuan untuk membuat perubahan transformasi digital terjadi, yang dikonfirmasi oleh penelitian McKinsey lainnya.
Tingkatkan “perkabelan” organisasi. Karena digital memerlukan cara-cara baru untuk bekerja serta perubahan budaya keseluruhan organisasi, karyawan harus diberdayakan untuk bekerja secara berbeda dan mengikuti laju bisnis yang lebih cepat. Implementasi alat-alat digital dan peningkatan proses, bersama dengan pengembangan model operasi yang gesit — yaitu, perkabelan yang sulit dari organisasi — akan mendukung perubahan ini.
Tentu saja, para pemimpin juga memiliki peran penting, dengan melepaskan praktik-praktik lama (pengawasan perintah dan kontrol, misalnya). Karena tidak semua pemimpin akan memiliki pengalaman untuk mendukung atau memberlakukan perubahan seperti itu, program pengembangan kepemimpinan yang berdedikasi dapat membantu para pemimpin dan karyawan untuk melakukan perubahan yang diperlukan dalam pola pikir dan perilaku.
Mengubah cara berkomunikasi menjadi komunikasi yang baik. Ini selalu menjadi faktor kunci keberhasilan dalam upaya perubahan tradisional, dan juga sama pentingnya dalam transformasi digital. Dalam konteks digital, perusahaan harus menjadi lebih kreatif dalam saluran yang mereka gunakan untuk memungkinkan cara kerja baru yang lebih cepat dan pola pikir serta perubahan perilaku yang lebih cepat yang diperlukan oleh transformasi digital.
Satu perubahan adalah untuk menjauh dari saluran tradisional yang hanya mendukung komunikasi satu arah (email di seluruh perusahaan, misalnya) dan menuju platform yang lebih interaktif (seperti media sosial internal) yang memungkinkan dialog terbuka di seluruh organisasi. Kunci lain untuk komunikasi yang lebih baik adalah mengembangkan pesan yang lebih ringkas – dan bahkan khusus – untuk orang-orang dalam organisasi, daripada komunikasi yang lebih panjang.
Dan semuanya telah dilakukan oleh PT Astra Internasional dan seluruh anak perusahaannya yang bergerak di bidang fintech.